SELAMAT DATANG DI BLOG RADIO TENGKORAK DAN TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN MOHON MAAF APABILA KOMENTAR2 ANDA PADA BLOG INI BELUM DIBALAS KARENA KESIBUKAN RUTINITAS, TAPI AKAN SAYA BALAS SATU PERSATU, MOHON SABAR YA...SALAM TERBAIK

Jumat, 24 Agustus 2012

SIAPA BILANG ANTENNA LOOP ATAU QUBICAL TIDAK COCOK UNTUK KEGIATAN MOBILE ?




Sumber artikel ini saya ambil dari postingannya Om Djoko Haryono di Facebook Group HOME BREW PROJECT ( CB RADIO, ANTENNA, SWR, AUDIO, MICROPHONE, BOOSTER, etc )

Militer aja sering bawa bawa antenna loop ( 1 lambda full length ) kemana mana untuk dapatkan signal terkuat karena antenna loop memiliki effective aperture / bidang luas cakupan area penerimaan yang terluas. 

Cuman memang ukurannya belum tentu cocok untuk disemua medan. Kalau medan perangnya di hutan belantara yg terus menerus harus menerobos pepohonan , cabang dan ranting2 ya antenna begini pasti nyangkut2 terus sehingga nggak praktis. tapi kalau dipadang pasir mau pasang qubical di mobil , ya monggo saja. Itu cukup cerdas , asal bahannya ya jangan pakai tube almunium sebab mungkin nggak tahan lama. material antennanya harus rigid & kuat tetapi tetap ringan.


Ini antenna untuk VHF dan HF. Di foto ini sedang di set untuk VHF. Kalau clamp nya dibuka dan lingkaran ( loop ) nya dibesarkan , antenna ini berubah jadi antenna HF.
Militer agak jarang pakai VHF kecuali untuk jarak pendek / dekat. Untuk komunikasi jarak jauh mereka kalau nggak pakai HF ya pakai komunikasi satelit.

Meski HF terkesan "kuno" tetapi HF nya militer sudah luar biasa modern lho. Praktis nggak bisa di jam ataupun dimonitor oleh lawan. Bagaimana bisa dimonitor , lha wong selain modulasinya di enkripsi , juga lawan nggak pernah bisa "menemukan" ( tahu ) frekuensi kerjanya. Komunikasi militer modern kan boleh dibilang "tiap detik freq.nya pindah loncat2 dari 1 band ke band lainnya" -disebut sebagai teknologi hopping- Yang bisa mengikuti terus perpindahan2 itu ya hanya mereka yang punya ( software ) pola / pattern lompatannnya, dan hanya radionya kesatuan ( kawan ) sendiri saja yang punya memory atau software pola perpindahan freq. itu.

Teknologi hopping itulah yang akhirnya "melahirkan" / diturunkan / ditiru jadi CDMA ( meskipun tetap beda karena hoppingnya komunikasi radio militer yg modern tetap lebih rumit "pola" nya ).
Memang kalau mengikuti ITU sih militer punya spektrum ( band2 ) tersendiri , namuan dalam prakteknya , frekuensi militer itu bisa dimana saja , bukan hanya disekitar 14 MHz saja.

Kalau anda ingin punya receiver militer , minimal harus punya specs. sbb :

The HF Military Communications Receiver
A receiver for monitoring HF military communications must have the following features:
Coverage from 100 kHz to 30 MHz
Upper sideband (USB) and lower sideband (LSB) modes
Good stability (doesn't drift off frequency)
Good selectivity (able to seperate 2 stations that are close to one another in frequency)

Many receivers and portables marketed as shortwave or world band radios will satisfy these requirements. The majority of voice communications use USB, but LSB is certainly possible (the Mexican Army is famous for this); therefore, whatever you select must have USB and LSB capabilities. The lower band limit of 100 kHz is typical of many HF radios, but most military transmissions occur at 2 MHz and above. Other features such as memory channels and alpha tagging are desirable, but not necessary. See the Receiver Reviews category for several links on this important topic.


What about digital modes?
The military utilizes numerous digital modes, only a few of which can be decoded by software available to the general public. However, a mode often referred to as Automatic Link Establishment (sometimes also written as MIL STD 188-144A) can easily be decoded. This software is often used to test the radio path between 2 stations, and on occasion, pass simple messages. See the ALE page for decoding software - including some freeware.


Sesuai foto yang saya pasang ( ada fotonya kendaraan HMMWV -dibaca Humvee- yang ada antenna loop nya ) sebenarnya yang saya maksud dengan militer disini adalah lebih condong ke militer Amerika , yang teknologinya ( termasuk teknologi komunikasi mereka ) tetap lebih lengkap , maju dan “punya banyak beda” dengan yang sudah dimiliki Indonesia.

Perusahaan2 peralatan komunikasi militer Amerika cukup banyak, termasuk yang sekelas dengan HARRIS bukan hanya ada satu tapi ada beberapa. 

http://harris.com/products/defense.aspx#Battlespace-Networks

Sedangkan perusahaan yang “sedikit lebih kecil ( masih termasuk besar )” atau yang kelas “umum” ( katakanlah yang sekelas LEN-LIPI ) itu ada banyak sekali.

Kalau militer kita ( meski masih ada juga peralatan komunikasi radio buatan luar ) banyak ( dan semakin banyak ) menggunakan produk2 buatan dalam negeri. Sekarang makin banyak produk LEN-LIPI yang dipakai TNI.

http://technologicalworldofthe21stcentury.blogspot.com/2012/07/alkom-fiscor-len-100-product-test.html

http://giant41.blogspot.com/2010/01/produk-pertahanan-dan-keamanan-produksi.html

Moga2 kedepan kita juga bisa secanggih Amerika.

APA YANG PERLU KITA PERHATIKAN DALAM MEMBUAT ANTENNA BAZOOKA VERTICAL ?




Sumber artikel ini saya ambil dari postingannya Om Djoko Haryono di Facebook Group HOME BREW PROJECT ( CB RADIO, ANTENNA, SWR, AUDIO, MICROPHONE, BOOSTER, etc )


01 RANGE DARI “KELAS” ( ATAU KUALITAS ) CUKUP LUAS.
Antenna vertical jenis Bazooka sebetulnya memiliki range pilihan kualitas atau “kelas” yang cukup luas. Artinya kita bisa membuat antenna bazooka yg paling umum dan praktis , sekedar ambil cabel coax lalu “garap” menjadi antenna , atau membuat kelas diatas itu yang “sedang2 saja” , atau membuat bazooka yang ¼ lambda bagian bawahnya dibuat secara khusus –membuat sendiri concentric dengan air gap , atau bahkan membuat antenna bazooka dengan kelas “sangat serius” ( very special ) misalnya dengan memakai isolator keramik yang khusus untuk bagian bawah/base dari antenna vertical , dsb.

02
Antenna bazooka bisa dibuat dari coax murah ( RG 58 ) misalnya. Antenna akan bisa bekerja dengan baik.

03
Tetapi juga bisa dibuat dari coax “low losses” ( yg lebih mahal ). Meskipun jenis coax yg kita pakai kita ganti , antenna tetap akan bisa bekerja dengan baik.

04
Bisa saja kita menghitung panjang antenna berdasarkan velocity factor dari coax yg kita pakai ( maksudnya disini adalah panjang bagian ¼ lambda yg atas dibuat sama dengan panjang ¼ lambda bagian bawahnya ). Antenna tsb. Tetap bisa bekerja dengan baik.

05
Tapi bisa juga kita membuat antenna jenis ½ lambda tersebut tapi yang “panjang ¼ lamba bagian bawah dibuat berbeda dengan panjang ¼ lambda bagian atas”.

Panjang bagian bawahnya dihitung berdasarkan velocity factor dari jenis coax apa yg kita gunakan ( bisa 0.66 , bisa 0.8 atau bahkan lainnya ) karena bagian ini memang masih murni berbentuk coax yg ada inner & outer conductornya.

Tapi bagian ¼ lambda yang atas , bisa juga kalau kita buat panjangnya berbeda. Meski kita menggunakan coax dengan velocity factor 0.66 tapi bagian atasnya tidak kita hitung berdasar 0.66 atau kalau kita gunakan coax 0.8 bagian atas antenna tidak kita hitung berdasar velocity factor 0.8 lagi. Karena ¼ lambda bagian atas SUDAH BERBEDA KONFIGURASINYA dengan ¼ lambda bagian bawah , yaitu yg atas hanya tinggal menggunakan bag. Inner dai coax saja –outernya sudah dibuang- maka pada model design yg ini kita juga menganggap bahwa ¼ lambda bagian atas sebenarnya SUDAH BUKAN COAX / CONCENTRIC lagi , melainkan lebih tepat kalau kita memandangnya sebagai sebuah penghantar tunggal. Kalau penghantar tunggal ( bukan coax ) , tentu velocity factornya juga bukan 0.66 lagi ( atau 0.8 ) , melainkan ( misalnya ) antara 0.95 – 0.96 sebagaimana umumnya konduktor / radiator antenna dipole.

06
Demikianlah , sebetulnya ada banyak pilihan untuk membuat bagian 2 x ¼ lambda itu ( mulai dari menggunakan coax –yang juga tidak hanya 1 alternatifnya – sampai dengan membuat sendiri kedua bagian tsb. Tapi bukan menggunakan kabel coax. Kita bisa saja membuat “almunium tube coaxial” , atau “copper tub coaxial” dsb.

07
Apapun pilihan bahan ( dan hitungan ) design kita , semuanya tetap bisa menunjukkan angka angka SWR yang sama antara design2 yg berbeda.

SWR sama, namun tingkat effisiensi dan losses antenna BISA BERBEDA. Makin bagus bahan dan cara menghitung + designnya , makin rendah lossesnya MESKIPUN SWR NYA BISA SAJA SAMA !!

08

HAL LAIN YG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MEMBUAT ANTENNA VERTICAL JENIS BAZOOKA.

( ini hanya ditujukan bagi para experimenter yg “suka njlimet” memperhitungkan semua aspek. Tapi bagi mereka para penggemar “praktisi praktis” , lewatkan saja bagian ini. Tidak perlu anda baca ).

aaa
Antenna vertical bazooka pada prinsipnya adalah sebuah antenna ½ lambda ( atau 2 x ¼ lambda ). Jadi pada dasarnya memiliki prinsip2 yang sama dengan sebuah antenna horizontal doublet / dipole biasa , hanya saja dipole tsb. kali ini diberdirikan ke posisi vertical. 

bbb
Sebagai sebuah antenna 2 X ¼ lambda maka kita tahu bahwa titik catu ( feed point ) dari antenna vertical jenis ini ADA DIBAGIAN TENGAH ANTENNA , JADI BUKAN PADA BAGIAN UJUNG BAWAHNYA.

ccc
Sebagai sebuah antenna 2 X ¼ lambda , KITA TIDAK BOLEH LUPA BAHWA DITITIK TENGAH ANTENNA ITULAH TERLETAK “MINIMUM VOLTAGE & MAX. CURRENT NYA” dan sebaliknya DIKEDUA “UJUNG LUAR” KEDUA POTONGAN ¼ LAMBDA TERLETAK TITIK MAXIMUM VOLTAGE & MINIMUM CURRENT NYA.

ddd
Pada bagian ujung atas ¼ lambda yg diatas KITA BOLEH TIDAK PEDULI PADA MASALAH ISOLATOR ATAU BAHAN ISOLATOR APAPUN karena bagian itu berada lepas bebas di angkasa / udara.

Namun wapadai bagian ujung bawah ¼ lambda yg dibawah. DISINI JUGA BEKERJA ( LETAK NODE / POINT ) TEGANGAN MAKSIMUM ?

Titik tegangan maksimum ( jika disitu ada penyangga , atau bahan lain , atau dudukan antenna dsb ) ADALAH TITIK DIMANA GELOMBANG RADIO “MEMILIKI DAYA TEMBUS YANG TINGGI”. Titik tegangan tinggi adalah titik sumber kebocoran / losses ( dari inner ke outer, atau dari konduktor ke tanah , dari antenna ke iang dsb ) JIKA PADA TITIK TERSEBUT YANG DIGUNAKAN / TERDAPAT BAHAN ISOLATOR ( ATAU PENYANGGA DSB ) YANG BERKUALITAS ECEK ECEK ALIAS MEMILIKI TEGANGAN KEBOCORAN / TEGANGAN TEMBUS ( = BREAKDOWN VOLTAGE ) YG RENDAH , semacam pipa Paralon / PVC / kayu / bambu dsm.

eee
Jadi bagi mereka para experimenter yg serius , boleh saja ( tidak dilarang ) untuk mengabaikan petunjuk “cara membuat antenna bazooka” yang diberikan temannya , lalu meningkatkan sendiri kualitas experimentnya dengan membuang saja ( tidak menggunakan ) pipa paralon / pvc nya , tapi MENGGANTI ISOLATOR BAGIAN BAWAH ANTENNA BAZOOKA TSB. DENGAN ISOLATOR KERAMIK KHUSUS UNTUK RADIO ( base ceramic tower insulator ) atau Pyrex Glass base insulator.

fff
Karena titik ini adalah titik tegangan tinggi , sebaiknya ujung bawah bagian antenna ¼ lambda yg bawah ini TIDAK TERLALU DEKAT DENGAN UJUNG TIANG LOGAM DAN ATAU TANAH. Banyak experimenter yg hanya “mesasang”/ menggunakan PVC yg membuat jarak ujung bawah antenna dgn ujung atas iang hanya beberapa cm atau bahkan hanya “1 -2 cm saja”.

Ujung bawah antenna ini sebaiknya sejauh mungkin jaraknya dari tiang maupun tanah. Dari tanah sebaiknya minimal 2 lambda , sedangkan dari ujung tiang idealnya MINIMAL BERJARAK 1/8 lambda. Kita bisa menggunakan ceramic insulator dan kalau misalnya itupun masih kurang panjang , anda MASIH BOLEH / BISA MENYAMBUNGNYA DENGAN PIPA YG NON CONDUCTIVE , TAPI KALAU BISA JANGAN PVC. KALAU ANDA PUNYA TUBE LAIN YG MEMILIKI BREAKDOWN VOLTAGE ( TEGANGAN TEMBUS / DAYA ISOLASI ) YG LEBIH TINGGI , APAKAH GLASS INSULATOR TUBE , PLEXIGLASS DSB.







Demikianlah , ada banyak kelas bazooka antenna yg bisa kita buat. Semuanya merupakan pilihan. Kita bebas memilih sendiri mau membuat yang praktis murah meriah , yang “medium” class ataukah ingin membangun yang low losses ( biasanya yg telaten membangun yg njlimet2 begini ini adalah para QRP’er sejati yg selalu berorientasi pada low losse dan high efficiency ).

Tapi bisa juga kita pakai pandangan lain , pembicaraannya “kita batasi hanya seputar bicara SWR saja” , ya bisa saja. Kalau hanya bicara SWR makan bahan apupun yg kita pilih ( bahkan sejelek apapun bahan dan cara membuatnya , yg paling ekstrim katakanlah membuat antenna dengan bahan kawat jemuran ) ya tentu saja kita MASIH AKAN TETAP BISA MEMBUAT / SETTING AGAR SWR NYA SERENDAH MUNGKIN.

Karena persoalan antenna sebetulnya BUKAN HANYA masalah penunjukan SWR saja. Persoalan effisiensi antenna sebetulnya adalah isu / masalah yang lebih penting. Sebab kalau kita hanya selalu “mendewakan” bacaan rendah SWR tanpa peduli effisiensi & losses rendah , maka sebetulnya kita seakan sudah cukup puas dengan memasang dummy load saja diatas tiang.
Ya, begitulah maksud saya. Apalagi yg sedang kita bahas itu omnidirectional ( antenna bazooka adalah omni ) maka banyak hal lainnya selain sekedar masalah “performance SWR yg kita capai” saja , yang tidak kalau pentingnya yaitu diantaranya :

01
Kelas bahan & ketelitian pembuatannya. Ini akan berkaitan langsung dgn efisiensi antenna. Saya berikan contoh palaing ekstrim. Kalau dalam kondisi darurat dan saya tidak punya kabel coax untuk membuat antenna bazooka ( ada sih coax tapi panjangnya pas2 an dari TX sampai mencapai posisi antenna saja ).
Saya hanya punya kabel e-mail berdiameter 0,5 atau 1 mm untuk dijadikan bagian ¼ lambda yang diatas dan hanya punya kabel microphone ( yg kita tahu kabel mic juga punya anyaman outer conductor yg berfungsi sebagai shield / scherm. Sepintas kan konfigurasinya sama dengan coax yg juga ada anyaman braid nya ). Beda utama dari kabel mic adalah impedansi karakteristiknya bukan 50 ohm seperti coax.

Lantas kalau kita hanya punya itu , apakah kita tidak bisa membuat antenna bazooka ? ya tetap saja BISA !! Siapa bilang SWR nya nggak bisa kita “stel” agar rendah ? SWR nya tetap bisa rendah meski antennanya “bazooka microphone”.
Padahal impedansi kabel mic khan bukan 50 ohm seperti coax. Bagaimana mungkin dalam keadaan darurat kita bisa menyulapnya jadi antenna bazooka ?
Ya tetap bisa , karena kalau kita mengerti basicnya , maka impedansi BERAPA OHM PUN NILAINYA , TETAP BISA DI “MATCH” KAN KE FEEDER 50 OHM !!
Apa syaratnya ? Syaratnya sebetulnya sederhana yaitu “cuman harus tahu cara / teorinya”. Itu saja.

Lha kalau begitu lantas apa bedanya antara antenna bazooka yg dibuat sesuai diagram yg sudah dicoba oleh seorang ham dengan menggunakan bahan coax RG-58 , dengan antenna darurat dari kabel mic , atau bedanya dengan bazooka yang isolator dudukannya menggunakan keramik & ¼ lambda bagian bawahnya membuat sendiri air spaced tubing sleeve , lalu ¼ lambda bagian atasnya menggunakan batang tembaga atau perak , atau dengan bazooka buatan pabrik dsb ?

Ya , semuanya bisa di set agar SWR nya sama , tapi akan tetap ada perbedaan dalam masalah tingkat effisiensi , masalah performancenya. Yang bahan2 nya darurat ya pastilah hasil performancenya juga “darurat” meski ( misalnya ) SWR nya juga sudah rendah. Sebaliknya yang dibuat dengan ektra serius dan bahan serta hitungan yang baik ya akan memiliki performance lebih baik.

( Pattern atau pola pancaran adalah salah satu hasil pengukuran yang paling mudah kita bisa menemukan dimana tingkat “kerapian / ketelitian” sebuah design. Antenna2 buatan pabrik terkenal umumnya memunculkan gambar / peta signal pattern yang lebih rapi , halus dan balanced. Tapi antenna2 buatan kita sendiri – meski ketika fisik antenna kita pandang , seringkali “miring”nya salah satu element, tidak rapinya radial , kendor rapatnya kumparan dsb. Kurang terlihat mencolok dimata kita- tapi begitu kita plotting/gambar 360 derajat pattern pancarannya , dengan mudahnya / sangat sering kita dapatkan hasil pattern pancaran yg “penyok2”, benjol sana benjol sini , miring kesatu sisi , atau banyak minor lobes nya dan semacamnya ).

Arah sudut pancaran ( radiation angle ) antenna vertical juga tidak kalah pentingnya dari nilai SWR nya. Meski gain sebuah antenna lain lebih rendah , namun memiliki sudut pancaran yg lebih kearah mendatar ( tidak miring kearah langit sebagaimana lobe utama kebanyakan antenna ) seringkali malah akan memberikan hasil / signal yg lebih kuat. Sehingga teoritis akan baik kalau kita bisa menciptakan sendiri sebuah antenna repeater –yg akan dipasang dipuncak bukit- yang pattern pancarannya justru agak menukik kebawah kearah ufuk / cakrawala / horizon-

( Pada pemasangan antenna repeater untuk mendukung tim2 expedisi dipedalaman yg sering saya lakukan , terkadang –pada kondisi terrain & cotour tertentu- saya sengaja memasang tiang antenna secara slanted / tiangnya tidak tegak melainkan miring kearah azimuth tertentu- agar main lobe antenna yg aslinya agak memancar kearah langit bisa saya paksa “ambrukkan” mengarah ke daratan. Seringkali penerimaan signal akan makin menguat berkat antenna yg mau ambruk itu. Tapi biasanya itu hanya saya lakukan jika coverage sebaran tim tim expedisi/penelitinya tidak 360 derajat , melainkan repeater saya posisikan di “salah satu sudut” dari area kerja seluruh tim yg tersebar dalam hutan ).

Berikutnya , apalagi parameter yg penting dari sebuah antenna vertical selain SWR nya ? Tentu saja masalah gain juga penting.

Secara keseluruhan / overall , semuanya adalah penting, tapi jangan sampai kita “mendewakan” hasil pembacaan SWR yg itu kadang bisa menipu kita.

Meski SWR tidak sampai “diam” diposisi 1 : 1 ( melainkan misalnya 1.3 : 1 dsb ) tetapi hasil pengukuran dengan instrument lain ( misalnya Field Strength Meter ) menunjukkan bahwa pada posisi itu justru adalah kondisi signal paling joss /top , bisa saja kalau kita paksakan kutak kutik dengan berbagai “usaha / akal” kita akhirnya berhasil mendapatkan nilai bacaan SWR 1 : 1 tapi ternyata dari FS meter malah kita temukan pancaran kita menurun. Jangan heran kalau suatu ketika nanti anda mengalami hal itu.

Jadi itulah , penunjukan SWR bukan segala galanya. Meskipun SWR itu juga bagian dari pelajaran / teori tentang effisiensi , tetapi MARILAH KITA TERUS MEMPERLUAS PEMAHAMAN KITA TENTANG EFFISIENSI ITU sendiri , dan tidak berhenti sudah puas ketika melihat jarum SWR meter tidak bergerak lagi diposisi 1 : 1.

BAGAIMANA CARANYA BEAMING ( MENGARAHKAN ANTENNA ) ?




Sumber artikel ini saya ambil dari postingannya Om Djoko Haryono di Facebook Group HOME BREW PROJECT ( CB RADIO, ANTENNA, SWR, AUDIO, MICROPHONE, BOOSTER, etc )


Sebagian dari kita sudah sering mengadakan kontak radio antar negara / benua ( DX'ing ). Saya pengin ada teman yg berbagi pengalamannya ttg. hal itu , terutama pengalamannya ttg. antenna , propagasi , teknik beaming ( directing ) yg. digunakan dsb.

Ada beberapa jalan/cara yang "dilalui" teman2 sampai akhirnya mendapatkan "lawan" dan berhasil melakukan kontak. Diantara cara2 itu adalah :

01 MENERIMA "APA ADANYA"
Hanya memonitor disuatu frekuensi ( atau kadang diselingi dengan mencoba me-manggil2 sebuah station tertentu ), TETAPI PADA AKHIRNYA SELALU BERAKHIR DENGAN MENGADAKAN KONTAK "DENGAN SIAPAPUN" YANG BERHASIL MENERIMA TRANSMISINYA.

02 MENCARI SUATU STATION TERTENTU ( SPESIFIK )
Ada yang tertarik untuk membuat janji dengan seseorang "diseberang" sana ( mengadakan janji sebelumnya melalui kontak e-mail dsb ) untuk bertemu pada waktu yg sudah disepakati , pada frekuensi tertentu , BARU KEMUDIAN MELAKUKAN BEAMING & HUNTING sesuai waktu & feq/mode yg disepakati dan mulai saling memanggil / monitor.

Akan cukup menarik untuk mendengar / membaca sharing2 pengalaman seputar kedua hal diatas , terutama untuk cerita2 dari MEREKA YG LEBIH SERING MENGGUNAKAN CARA O2 , APALAGI JIKA KONTAK2 NYA DILAKUKAN DENGAN NEGARA2 / TEMPAT YG BUKAN TETANGGA ( MELAINKAN YG SANGAT JAUH MISALNYA AFRIKA , EROPA, HAWAII , RUSIA ).

Mengapa sangat menarik ? Hal itu karena untuk jarak jauh , peta dan kompas akan kurang atau tidak bisa dipakai ( tidak akurat ) jika kita pakai untuk menentukan sudut bearing / azimuth kemana antenna kita harus kita arahkan.

APA YG. PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENGARAHKAN ANTENNA ?

Untuk komunikasi jarak dekat dan menengah ( local / dalam negeri ) : Untuk jarak yg relative dekat , kita masih boleh / bisa menggunakan bantuan peta ( kertas ) dan kompas untuk menemukan sudut kemana antenna harus diarahkan ( Utara sebagai titik nol derajat ).

Tetapi untuk jarak antar station yang sangat jauh /DX ( antar negara yg berjauhan , apalagi lintas benua ) , menentukan arah dengan bantuan peta dan kompas sudah tidak layak lagi untuk dilakukan karena mudah terjadi error ( arah arah ) yg bisa bervariasi mulai “sedikit meleset” sampai ke “sangat parah” / besar melesetnya ( misalnya peta “mengatakan” bahwa kita harus mengarahkan antenna ke Timur Laut padahal yang benar –misalnya- kita seharusnya mengarahkan antenna kita ke Timur ( atau Tenggara ) untuk mendapatkan signal lawan yang terkuat.

Tetapi masih banyak para DX’er yang mencari arah dengan “meminta bantuan” ke peta dunia , terutama para “Newbie” didunia DX’ing.
MENGAPA PETA SELAYAKNYA TIDAK DIPAKAI UNTUK BERNAVIGASI ( TERMASUK MENENTUKAN ARAH ANTENNA ) JARAK JAUH ?

Karena posisi titik2 lokasi yang tertera dipeta TIDAK PERNAH SAMA dengan keadaan sesungguhnya yg ada dibumi. Lokasi2 dibumi tidak mungkin bisa digambarkan SECARA AKURAT keatas kertas karena “model” bumi yg berbeda dengan lembar kertas. Bumi adalah benda bulat 3 dimensi , sedang kertas adalah benda datar 2 dimensi.

Jika area yg dicover dalam peta meliputi jarak/area yg pendek ( dekat ) , maka peta akan bisa digambarkan secara lebih / mendekati presisi sesuai keadaan sebenarnya. Tetapi semakin jauh jaraknya ( luas areanya ) semakin besar kemelesetan atau errornya.

POSISI LOKASI2 DIBUMI BISA DIGAMBARKAN KE LEMBAR KERTAS PETA SECARA AKURAT SEBAGAIMANA ASLINYA HANYA JIKA “LEMBAR KERTASNYA” ( PETANYA ) JUGA DIBENTUK SEPERTI BOLA SEBAGAIMANA BENTUK BUMI !!

HAL2 LAIN YANG PERLU DIPERHATIKAN :

01.
Kalau kebetulan kita tinggal disalah satu lokasi dibumi yg berada tepat “digaris katulistiwa”, maka menggunakan peta untuk menentukan arah jarak jauh cenderung menjadi lebih sederhana karena “Barat” yang dinyatakan oleh peta adalah “betul2 Barat yg sesungguhnya dibumi”.

Contoh : Kita tinggal di garis lintang 0 derajat dikota Pontianak , dan kita membuat janji ( lewat e-mail ) dengan station lain yg. Kebetulan juga berada di garis lintang 0 derajat , misalnya dengan station yg berada dinegara Kenya , Afrika. Setelah melihat dipeta , kita tahu bahwa kedua kota itu sama2 berada di garis lintang ( Latitude ) 0 derajat , dan dari peta pula kita ketahui bahwa Kenya itu dibumi lokasinya ada di Baratnya Pontianak. Kalau kita pakai busur/skala kompas , maka Barat itu = 270 derajat.

Maka kita tinggal arahkan / stel rotator antenna kita kearah sudut 270 derajat maka antenna kita akan ( betul2 ) mengarahkan signal dan penerimaan kita kearah negara Kenya.

02
Tetapi masalahnya menjadi lain / berbeda jika kita sedang berada ( atau tinggal ) tidak pada garis katulistiwa. Penggunaan peta untuk jarak jauh maka kita akan mudah mendapatkan error alias salah arah antenna. Kalau lokasi ( garis lintang ) kota kita tidak jauh dari garis katulistiwa , maka kemelesetannya kecil. Tetapi semakin jauh lokasi kita dari katulistiwa , akan semakin besar / parah error yg diberikan oleh peta. 

Apa yg oleh peta ditunjukkan bahwa station lawan itu ada di “Barat” lokasi kita , ternyata ARAH LOKASI YG SESUNGGUHNYA dari station sasaran itu BUKAN PADA ARAH 270 DERAJAT DARI LOKASI KITA , melainkan bisa saja pada 230 derajat , 210 , 200 derajat atau lainnya ( tergantung dari lokasi kedua station itu dibumi ).
‎03
Sekarang misalnya kita sedang berada ( atau tinggal ) dikota Sidney , Australia dan berada pada 34 derajat Lintang Selatan. Kebetulan kita punya janji dengan station radio lain di Afrika Selatan dikota Capetown yang kebetulan juga berada pada 34 derajat Lintang Selatan. 

Sekarang kita akan mengarahkan antenna kita ( maunya sih ) kearah dimana letak kota Capetown yg DX ( jauh ) itu berdasarkan bantuan melihat dulu dipeta. Kita ambil lembar peta dunia yang besar itu.

Dari peta kedua kota tsb. sama2 terletak pada 34 derajat LS dan terlihat bahwa Capetown ada TEPAT DIARAH BARAT DARI SIDNEY ( hanya saja berbeda benua ). Tepat di barat itu , menurut “bahasa kompas”nya adalah ke arah 270 derajat.

Tapi kalau kemudian kita arahkan antenna kita ke 270 derajat , sebenarnya ( realnya ) antenna kita sedang menghadap kenegara lain yg jauh dari Afika Selatan ( kearah sekitar Portugal , Maroko , Sudan atau Nigeria !! ).

Mengapa begitu ? Itu karena kita telah ditipu oleh peta. Untuk jarak jauh seharusnya kita tidak berpatokan pada peta.

Jadi bagaimana yg seharusnya ? Kalau kita berada di Sidney dan ingin “menembak” Afrika Selatan dgn. Antenna directional kita , kita tidak boleh mengarahkannya ke Barat sebagaimana “disarankan” oleh peta , melainkan kita harus putar rotator antenna kita kearah Barat daya , maka barulah antenna kita menghadap dengan benar kearah Capetown. 

04
Meski ( misalnya ) arah antenna kita salah , mungkin saja kontak masih bisa berlangsung , tetapi dengan penerimaan signal yg lebih kecil dari yg seharusnya.

AAA
Kalau kedua station ke dua2nya SALAH mengarahkan antenna , maka meskipun ( misalnya ) kontak masih bisa terjadi, tetapi signal yg diterima oleh kedua pihak sudah berkurang sangat banyak/besar.

BBB
Jika yang salah arah hanya 1 pihak ( 1 station ) saja , maka penurunan signalnya lebih sedikit dibanding kondisi AAA.

CCC
Jika KEDUA STATION tahu cara menghitung arah antenna DX secara benar , maka keduanya akan menikmati signal yang terkuat dari masing2 lawannya ( = SALING MEMPERKUAT ). 
RALAT : Tadi salah ketik dan tertulis .... karena mudah terjadi error ( arah arah ) yg bisa bervariasi ... dst. Seharusnya tertulis ..... karena mudah terjadi error ( SALAH arah ) yg bisa bervariasi .... dst. Dengan ini kesalahan saya perbaiki.

Teknik mencari atau menghitung arah ( jarak jauh ) yg benar ini awalnya berasal dari ilmu navigasi. Cara menghitung yang basicnya sama , lama sebelumnya sudah terlebih dahulu dikenal dan dipakai oleh para pelaut ( nakhoda , khususnya para navigator ) kapal2 samudera / ocean ship /mother vessel. Kalau untuk kapal laut / sea ship atau interinsuler , errornya lebih kecil jika hanya menggunakan peta dibanding dgn mereka yg mampu menghitung dan melakukan koreksi2 navigasi. Pesawat terbang yg terbang antar benua juga peralatan navigasi / avionicnya dibimbing ( menggunakan ) perhitungan2 software yg akurat dan bukan hanya berdasar "Barat - Timur" nya peta saja.

Dengan memiliki pengetahuan bernavigasi di Samudera ( bukan hanya dilaut saja ) maka seorang nakhoda yang sedang berkeliling dunia akan bisa sangat banyak menghemat bahan bakar kapalnya maupun waktu cruising / perjalanannya. Demikian juga dengan pesawat udara. Tapi kalau mereka hanya mengandalkan peta dan kompas ( tanpa tahu cara lakukan / hitung koreksi2 arah & navigasi yg baik ) mereka akan sangat boros bahan bakar dan waktu karena akan berlayar atau terbang berdasarkan peta , dan bukan berdasarkan GCP sebagaimana mestinya ).
 GREAT CIRCLE PATH & CONTOH PENGGUNAANNYA.

01
Gelombang/signal radio yang merambat diantara 2 station ( 2 titik dimuka bumi ) SELALU lewat ( memilih jalannya ) melalui JALUR TERPENDEK ( short path ) yang ada diantara kedua titik tersebut.

02
Letak garis jalur terpendek diantara 2 titik dimuka bumi SELALU berada PADA LINGKARAN TERBESAR ( = keliling terbesar atau pada diameter terbesar ) PADA BUMI dan kita sebut sebagai Jalur Lingkaran Besar atau GREAT CIRCLE PATH / GCP 

03
Lingkaran sepanjang garis katulistiwa adalah salah satu jalur GCP diantara ribuan garis GCP yg bisa “digambar” dibumi.

04
Keliling dari setiap Garis Bujur ( Longitude ) adalah juga merupakan GCP.

05
GCP tidak hanya ada pada lintasan “melintang” garis katulistiwa ataupun garis “tegak lurus” arah Utara Selatan ( garis bujur ) melainkan juga “ribuan garis miring” ( yg membentuk besaran sudut tertentu terhadap garis equator , baik yg. miring “kekanan” maupun yang miring “kekiri.”

06
Setiap garis irisan yg bisa dibuat dibumi yg. Memiliki diameter ( berarti juga keliling ) bumi terbesar adalah GCP.

07
Sedangkan setiap irisan yang “kelilingnya LEBIH KECIL daripada keliling lingkaran garis katulistiwa” bukanlah GCP namun kita semut sebagai Jalur Lingkaran Kecil atau Small Circle Path / SCP 

08
Kalau kita membuka lembaran sebuah peta dunia dan mem”plot”kan 2 titik lokasi dari 2 bh. station radio , lalu dengan menggunakan pensil & penggaris kita menarik garis lurus yg menghubungkan kedua titik tersebut , maka JANGAN PERNAH BERPIKIR BAHWA ITU ADALAH GARIS LINTASAN YG. DILALUI OLEH SIGNAL RADIO DARI SALAH SATU STATION KE STATION LAINNYA , karena garis tsb. Bukanlah garis GCP ( hanya pada jarak yg dekat saja atau area peta yg tidak luas , sebuah garis lurus penghubung diantara kedua titik masih boleh kita toleransi dan anggap sebagai garis lintasan gelombang radio ).
09
Garis GCP yang “penampang irisannya LURUS pada permukaan bumi” , ketika kita gambarkan keatas peta , justru akan mncul / tampak sebagai GARIS LENGKUNG jika kita plotkan ke peta.

10.
Jadi kalau ada 2 station radio dibumi yang ( misalnya ) keduanya sama2 terletak pada GARIS LINTANG YG. SAMA , JANGAN PERNAH MEMBAYANGKAN bahwa signal radio akan merambat diantara kedua titik tsb. Sepanjang garis lintang tsb. Karena garis lintang adalah Small Circle Path / SCP yg lebih kecil dari GCP.

11
Tetapi kalau ada 2 station yang keduanya sama2 terletak pada GARIS BUJUR yang selingkaran , maka boleh kita yakini bahwa signal radio akan melalui garis tsb jika antenna2 nya diarahkan kea rah Utara – Selatan , atau melalui garis lain jika arah antenna nya “slanted” / miring terhadap garis katulistiwa.

12
Jika bumi kita misalkan sebagai buah semangka ( yang bisa kita iris menggunakan pisau ) , maka garis GCP ( KEMANAPUN ARAH MIRING / SUDUTNYA ) SELALU AKAN MEMBELAH BUMI ( ATAU BUAH SEMANGKA ) ITU MENJADI 2 BELAHAN YANG SAMA BESAR. Jika hasil irisannya membuat salah satu belahan itu lebih besar dari yg lain , maka PASTILAH garis irisan yg kita buat BKANLAH GCP.

13
Ciri lainnya lagi dari GCP adalah irisannya SELALU MENGENAI / MELALUI TITIK PUSAT “SEMANGKA” / BUMI ( GEOCENTER ).

14
Semua teori GCP diatas disusun menggunakan asumsi ( kita anggap ) bahwa bumi itu bentuknya bulat sempurna ( pada realnya sebetulnya agak sedikit lonjong karena keliling bumi pada arah Utara Selatan sedikit lebih kecil disbanding kelilingnya sepanjang garis katulistiwa ).

15
Dalam bahasan ini kita sepakati bahwa yg disebut sebagai SHORT PATH adalah jarak terpendek antara 2 titik dibumi yang dibentuk oleh GCP ( hasil perhitungan baik secara manual maupun menggunakan software2 GCP ). Yang kita anggap sebagai LONG PATH disini adalah jarak pada lingkaran GCP yang sama tetapi pada sisa sisa sebaliknya ( jika arah antenna kita balik 180 derajat ).

16
Yang kita maksud sebagai SKEWED PATH adalah signal NON GCP yang kita terima , alias signal yg baru bisa kita terima bila arah antenna kita geser sedikit dari arah yang seharusnya / GCP ( belum saya temukan referensi tentang “sedikit itu berapa” , sehingga selama ini saya anggap bahwa kalau signal terkuat itu ternyata kita temukan dgn menggeser arah antenna 1 – 2 derajat “kekiri” atau “kekanan”nya sudut asli hasil hitungan teori GCP , maka saya masih menganggap bahwa itu adalh GCP yg sebenarnya karena bisa saja kita yg kurang teliti waktu menghitungnya atau waktu menentukan salah satu atau kedua kordinatnya.

Sedangkan kalau bergesernya sudut signal maksimum dari sudut hasil hitungan itu antara 2 derajat sampai –katakanlah- 10 derajat dikiri atau kanan hasil hitungan , maka saya menganggapnya bahwa arah signal maksimum pada kasus semacam ini adalah apa yang disebut sebagai garis lintasan “jalan pintas” atau garis “lintasan yang melenceng” / SKEWED PATH ).

Skewed path saya gambarkan sebagai “lintasan asli/GCP yang sedang tertutup propagasinya ( karena perubahan aktivitas geomagnetic bumi dan atau ionosphere ) namun perubahan geomagnetic itu membuat wilayah disebelah lintasan GCP malah terbuka propagasinya ) , sehingga demikian dalam perjalanannya , gelombang radio agak terbelokkan “ditengah lintasannya” alias skewed path adalah sebuah GCP yang tertarik ( sedikit menggembung ) dibagian tengahnya.

Jika arah skewed path ( arah baru ) itu ada DI KANAN nya station A ( sehingga arah antenna A perlu digeser kekanan / ditambah sedikit dari arah GCP hasil hitungan ) , maka SEBAIKNYA station B menggeser sedikit KE KIRI / mengurangi angka sudut nya dari arah GCP hasil hitungan.

Demikian pula sebaliknya jika skewed path station A dikiri GCP maka station B perlu sedikit menggeser kekanan arah antennanya. Dengan cara ini kedua station akan menerima signal optimumnya.
ONTOH PENGGUNAAN GCP PADA KOMUNIKASI DX.

Dimisalkan Station 1 berada di BALI pada kordinat 08 derajat 40.48 menit S ( Lintang Selatan ) 115 derajat 13.35 menit E ( Bujur Timur ) akan mengadakan kontak dengan Station 2 yang berada di MANITOBA , CANADA pada kordinat 58 derajat 38.51 menit N ( Lintang Utara ) 101 derajat 02.19 menit W ( Bujur Barat ).

SOAL : 

1. Kearah manakah ( sudut berapa ) Station 1 ( Bali ) harus mengarahkan antennanya ? 

2. Kearah manakah Station 2 ( Manitoba ) harus mengarahkan antennanya ?

3. Berapakah jarak short path GCP mereka dalam km ?

JAWAB : 

Kita pakai GCP Calculator 
http://williams.best.vwh.net/gccalc.htm

Masukkan angka2 08 40.48 S pada Lat 1 , 115 13.35 E pada Lon 1 , 58 38.51 N pada Lat 2 dan 101 02.19 W pada Lon 2. Stel Distance pada stelan Km. Stel model / Datum pada WGS 84 atau NAD 83 Lalu click COMPUTE , maka software akan menghitungkan semuanya bagi kita. 

Hasilnya segera muncul

Course 1- 2 menunjukkan 21.5089 derajat. Maka station dBali harus mengarahkan azimuth / bearing rotator antennanya ke 21.5 derajat.

Course 2 – 1 menunjukkan hasil hitungan 315.98 derajat.
Maka setelah kontak terjadi , operator 1 di Bali perlu memastikan bahwa antenna yg arahnya benar BUKAN HANYA MILIK DIA SENDIRI. Tanyakan pada operator station 2 di Manitoba apakah dia juga sudah familiar dengan cara menghitung GCP ataukah ia selalu hanya “asal putar2 antenna sekenanya saja sampai ada station lain yg bisa dihubungi”. Meski ia sudah menemukan kontaknya , belum tentu arah antennanya ke Bali. Jika diapun belum mengerti cara melakukan beaming yg baik , berikanlah saran agar ia memutar antennanya kearah 316 derajat arah lintasan GCP ke Bali.

Ia akan menemukan signal terkuatnya pada sudut 316 derajat tsb. ( kalaupun sedikit bergeser dari angka tsb, ada beberapa kemungkinan penyebabnya , misalnya stelan arah 0 derajatnya tidak pas ke Utara , atau kedua station sedang “menerima” skewed path dsb )

Sedangkan hasil penunjukan DISTANCE menunjukan bahwa diantara ratusan garis lengkung / busur yg bisa ditarik dibumi antara Bali & Manitoba , garis GCP nya terletak pada kombinasi 21.5 dan 316 derajat tsb. dan jarak busur terpendek diantara kedua station tsb. adalah 13.670 km ( tepatnya 13.670 , 3393679 km ).
williams.best.vwh.net
Javascript Great Circle Calculator using ellipsoidal earth models


APA YG. PERLU DIPERHATIKAN JIKA KITA INGIN MENGGAMBAR LINTASAN SIGNAL KITA KEATAS PETA ?

APA BEDA ANTARA MENGHITUNG MENGGUNAKAN TRIGONOMETRY DENGAN MENGHITUNG ( MENEMUKAN LINTASAN SIGNAL ) MENGGUNAKAN SOFTWARE GCP DIATAS ?

Pada trigono
metry bumi diasumsikan sebagai betul2 bulat / sempurna. Sedangkan pembuatan software GCP Calculator yang saya pakai dalam contoh diatas menggunakan “model / bentuk bumi berdasarkan Datum WGS84 / NAD 83” ( Perlu diketahui disini bahwa standard WGS84 itu berasal/mengadopsi dari NAD83 / North American Datum 83 yang “diinternasionalkan” ).

Jadi disitulah letak bedanya.

Saya sendiri belum tahu modifikasi2 apa saja pada rumus yg digunakan agar transformasi penggunaan WGS84 itu bisa akurat/presisi ketika trigonometry lebih didasarkan pada bentuk “bola yang bulat sempurna”. Perhitungan / argumentasinya bisa sangat rumit dan tidak akan kita bahas disini.

Namun kita TIDAK BISA MELEPASKAN DIRI DARI PERSOALAN “DATUM APA YG. HARUS KITA GUNAKAN , KETIKA KITA INGIN MENGETAHUI “JALAN MANA” YANG DILINTASI OLEH SIGNAL RADIO , JIKA KITA BERMAKSUD MENGGAMBARKAN LINTASANNYA KEATAS PETA.

Sekali lagi saya ingatkan bahwa lintasan garis lurus dari perjalanan signal kita ( garisnya akan terlihat lurus jika kita melihatnya dari sudut pandang arah “mata pisau” alias sisi dari great circle path tsb. Namun kalau kita melihatnya dari sudut lain yaitu dari arah “samping” , lintasan signal itu akan berbentuk / mengikuti busur lengkung bumi ) itu hanya akan tergambar jika “petanya adalah bumi / berbentuk bola”.

Namun ketika kita memindah gambarkan lintasan lurus itu keatas lembar peta , maka LINTASAN SIGNAL RADIO ITU AKAN / HARUS TERGAMBAR DIPETA SEBAGAI SEBUAH GARIS LENGKUNG !! ( BUKAN GARIS LURUS yang mudah dan biasa kita tarik dipeta dari satu titik ketitik kedua lainnya ).

Nah , seberapa melengkungnya garis itu ? Itu akan sangat ditentukan terutama oleh2 hal yaitu SKALA PETA yg akan kita gambari , dan kedua adalah DATUM yang harus kita gunakan.

Untuk menggambarkan lengkung lintasan signal kita ke peta , PASTIKANLAH BAHWA DATUM YANG KITA GUNAKAN SESUAI DENGAN DATUM PETA KITA. ARTINYA KARENA KETIKA KITA MENGHITUNG GCP MENGGUNAKAN GCP CALCULATOR DENGAN DATUM WGS84 , MAKA KALAU KITA BERMAKSUD MENGGAMBAR LINTASAN TSB. KEPETA , PAKAILAH PETA BER DATUM WGS84 JUGA !!.

Baru setelah itu anda boleh / bisa mem plot kan titik demi titik kordinat lintasan keatas peta , yang kalau kita rangkaikan nanti akan muncul / membentuk gambar lengkungan jejak signal radio kita diatas peta ( dalam contoh ini adalah lengkung antara station di Bali dengan station di Manitoba , Canada ).

Kalau anda sudah ikuti prosedur diatas , sekarang anda bisa mengenali “perjalanan signal anda dipeta” ( dan itu bisa jadi bahan mencoba mengenali adanya obstacle , profil elevasi dsb pada lintasan signal anda ).

Propagasi hari ini