SELAMAT DATANG DI BLOG RADIO TENGKORAK DAN TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN MOHON MAAF APABILA KOMENTAR2 ANDA PADA BLOG INI BELUM DIBALAS KARENA KESIBUKAN RUTINITAS, TAPI AKAN SAYA BALAS SATU PERSATU, MOHON SABAR YA...SALAM TERBAIK

Jumat, 26 Desember 2014

LUMPED ELEMENTS MATCHING CALCULATOR






LUMPED ELEMENTS MATCHING CALCULATOR

By : Djoko Haryono

Link dibawah ini adalah salah satu ( online ) calculator yang bisa membantu kita dalam melakukan perhitungan2 matching antenna – line , terutama bagi mereka yang selama ini sudah akrab dengan cara matching antenna berbasis “MENGHINDARI ADANYA REFLECTED POWER ( REFLECTED POWER SEKECIL MUNGKIN )” alias metode matching yang “Menyukai SWR serendah mungkin / sebisa mungkin SWR mencapai 1 : 1” dan sekarang mulai tertarik untuk mengembangkan diri pada metode “CONJUGATE MATCHING” atau “MACHING YANG MENGHASILKAN EFFISIENSI TERTINGGI ( HIGHEST TRANSFERABLE POWER )’.

Kalau metode matching yg berusaha mendapat SWR terendah biasa dan lebih cocok dilakukan oleh mereka yang bekerja dengan saluran transmisi yang memiliki rugi2 / losses besar terutama menggunakan Flexible Coaxial , maka para perancang system komunikasi radio yang sudah menguasai perancangan system Conjugate Matching ( matching yang tidak memerlukan nilai SWR rendah / system yang memiliki SWR tinggi 3 : 1 atau bahkan 5 : 1 menghasilkan pancaran terkuat bahkan memiliki keunggulan lain berupa bandwidth terlebar.

MEREKA MENDAPATKAN PENCAPAIAN ITU KARENA MEREKA LEBIH BERFOKUS DAN MENYADARI KEUNGGULAN MEMBANGUN PERANCANGAN SISTEM YANG MENGHASILKAN LOSSLESS LINE ATAU VERY LOW ATTENUATION LINE ( NON DISSIPATIVE LINE ).

Kesulitan ( kerumitan ) utama dari metode Conjugate matching adalah …. PARA PRAKTISINYA “DITUNTUT” UNTUK MENGUASAI DASAR2 PER-ANTENNA-AN ( TERUTAMA PENGETAHUAN TENTANG SALURAN TRANSMISI ) SAMPAI KE MASALAH2 NYA YANG PALING VITAL YAITU PERHITUNGAN IMPEDANSI DENGAN SEGALA KOMPLEKSITASNYA , DAN TIDAK HANYA SEKEDAR “YANG PENTING SWR NYA 1 : 1”.
TANPA BERUSAHA MENDALAMI ITU , kita akan “terpaku” dan hanya mengenal “dunia sempit” bahwa matching matching adalah 1 : 1.

Link ( URL ) dibawah ini akan saya tampilkan BERSAMAAN dengan link lainnya. Keduanya adalah “Cara menghitung yang berbeda , namun memberikan HASIL HITUNGAN ( bagian dari metode Conjugate Matching ) YANG SAMA.

Untuk menghitung ada beberapa jalan/cara , misalnya : Menggunakan SMITH CHART , atau menggunakan ONLINE CALCULATOR , atau menghitung langsung menggunakan RUMUS2 , misalnya untuk menghitung ( impedance ) inductor Zl = jw L. Capacitor Zc = 1/ jwC = - j / wC dsb.
Nah , disini kita menghitung dengan 2 cara berbeda namun memberikan hasil yang sama. Kita menghitung dengan menggunakan ONLINE CALCULATOR dan juga dengan menggunakan SMITH CHART.

INI ONLINE CALCULATORNYA.

http://cgi.www.telestrian.co.uk/…/www.telestrian.…/smiths.pl

Kalau kita klik , kita akan dihadapkan pada sebuah Network / Skema Jaringan. Kotak paling kanan adalah LOAD ( ANTENNA ). Didepan / sebelum antenna ada 3 block kotak lainnya yang bisa kita isi ( kita gambarkan sebagai ) 2 atau 3 LUMPED ELEMENTS ( Inductor atau Capacitor ). Kita bisa memilih membuat t/T atau L network ( maaf kalau font yang saya pakai kurang tepat ) untuk sesuatu tujuan , baik untuk mematchingkan langsung feed point tsb ke coax atau ke TX , ataupun untuk “mentransformasikan” impedansi antenna ke nilai impedansi lain tertentu untuk suatu tujuan.

Pada latihan ini , kita anggap saja ke 3 block lumped element yg bisa kita isikan / pilih nilainya itu sebagai sebuah unit tuner atau impedance matcher dengan nilai2 Inductor dan Capacitornya yang kita bikin tetap / fixed.

Kalau pada block yang ditengah ( rangkaian parallel ) kita temukan ada pilihan OPEN , itu artinya kita tidak memasang apapun ( baik inductor atau capacitor ) disama. Kalau ini yang kita pilih , artinya kita hanya cukup menambahkan / memasang 1 element saja secara serial.

Sedangkan kotak blok paling kiri akan menunjukkan NILAI IMPEDANSI INPUT ( PADA TUNER ATAU IMPEDANCE MATCHER TSB. ) YANG DIHASILKAN JIKA KITA MEMILIH NILAI2 INDUCTOR DAN ATAU CAPACITOR PILIHAN KITA TADI.

Mari kita coba “kesaktian” online calculator ini dalam menghitung bilangan2 komplex impedansi system antenna kita.

Kita coba memasukkan nilai2 kita ( misalnya ) sbb :
Impedansi antenna 60 – j 30 ohm ( dikotak atas isikan 60 dan kotak bawahnya – 30 ).

Blok didepannya/ disebelahnya kita pilih Capacitor. Isikan nilai 8.72 ( pF ).
Blok yang ditengah isi dengan Capacitor. Nilainya 3.53 ( pF ).

Blok yang dikirinya ( lumped element terakhir ) kita isi dengan Inductor. Nilainya 7.8 nH.
Isikan Frequencynya , misalnya 1000 ( MHz ) = 1 GHz.
Lalu klik CALCULATE.

Maka hasil hitungannya akan muncul. Di input tuner tsb. akan muncul ( menghasilkan ) impedansi yang ( kalau kita ukur pakai Antenna Analyzer nilainya akan ) sebesar Zin = 9.9 + j 19.3 ohm.

Dan pada gambar Smith Chart dibagian atas online calculator tsb. akan muncul titik2 berwarna yang menunjukkan DIMANA LETAK TITIK KORDINAT IMPEDANSI DENGAN NILAI2 TSB. PADA SMITH CHART ( titik2 itu akan mempermudah bagi kita untuk mengetahui KEARAH MANA kita harus bergerak / mem-plot jika kita melakukan perhitungan lanjutannya.

Selamat mencoba menggunakan ONLINE CALCULATOR ini. Anda sudah melakukan SEBAGIAN dari langkah mendapatkan CONJUGATE MATCHING.
LALU BAGAIMANAKAH HASILNYA JIKA KITA HITUNG DENGAN CARA LAIN ( TANPA ONLINE CALCULATOR ) ? HASILNYA AKAN RELATIF SAMA.

Silahkan klik link lainnya berikut ini.

http://empc1.ee.ncku.edu.tw/…/Rf_CH05_Impedance_matching_20…

Lalu silahkan ( buka ) scroll sampai ke halaman 17 ( dari total 25 halaman yang ada ).

Disana kita temukan cara penghitungan tanpa online calculator yang memberikan hasil hitungan input impedancenya ketemu nilainya Zin = 10 + j 20 ohm.

( Kedua hasil tsb praktis sama. Yang di online calculator lebih presisi , sedangkan yang di link lainnya hasilnya dibulatkan keatas ).


Nilai perbandingan swr yg begitu besar,klo di terapkan di transceiver hf,nanti protektor matcingnya berfungsi apa tidak?
 
Tetap berfungsi , tapi meski dilepas juga tidak apa2.

Sekali lagi , yg perlu diingat untuk kita bisa membedakan antara ....... apakah SWR tinggi yang ada pada antenna/line kita itu akan MEMBAHAYAKAN TRANSCEIVER KITA ATAUKAH TIDAK , itu adalah SEPENUHNYA TERGANTUNG DARI "SISTEM APA YANG KITA GUNAKAN".

Kalau kita menggunakan sistem antenna & saluran transmisi YANG LOSSY ( losses / attenuationnya besar ) -dan ini yang paling akrab/paling banyak dipraktekkan orang karena mereka sangat banyak yg menggunakan FLEXIBLE COAX , .... maka ..... TENTU SAJA SWR TINGGI MEMBAHAYAKAN FINAL TX / TRANSCEIVER ANDA.

Tapi bagi sebagian ( hanya sedikit ) experimenter yang sudah banyak bereksperiment & mempelajari saluran transmisi yang LOSSLESS ( very low losses/ attenuation ) semacam LADDER LINE ATAU RIGID COAXIAL , ya SWR tinggi itu akan bisa jadi sahabatnya TX/Transceiver kita.

Sistem yg pertama ( menyetel SWR serendah mungkin ) itu relatif lebih mudah , tapi untuk bisa mempraktekkan sistem kedua ( Conjugate Matching ) itu membutuhkan pengetahuan basic yg lebih rumit. Harus menguasai berbagai masalah COMPLEX IMPEDANCE ( Resistive / Reactive / Inductive / Capacitive / Admittance / Susceptance dsb ) karena semuanya dihitung secara detil.

Jadi yang pertama itu cocoknya bagi kita yang sehari2 berkutat dengan LOSSY LINE alias sistem yg lossesnya besar ( praktis "semua" jenis flexible coax ) , sedangkan sistem kedua yg rumit hitungannya namun mampu memberikan effisiensi tertinggi / pancaran terkuat , cocoknya hanya bagi mereka yang banyak berkutat dengan LOSSLESS LINE yang umumnya didesign sendiri.
 
Ada baiknya juga diketahui bahwa hampir semua sistem komunikasi radio di satelit , radar , station penelitian ruang angkasa , telemetry , peluru kendali , beacon , sistem kendali jarak jauh , sistem antennanya dirancang secara CONJUGATE , artinya dirancang lebih dengan "menghitung secara detil berbagai parameter complex impedancenya". Praktis sangat jarang ada sistem2 tsb yang SWR nya 1: 1. Banyak yang SWR nya tinggi ( tapi effisiensinya optimal karena dampak2 lossless line memang sangat significant berbeda dengan dampak lossy line ).

Sebetulnya CONJUGATE MATCHING itu paling sip ( memang ) kalau diterapkannya pada sistem2 komunikasi radio yang "Single Frequency" atau bisa juga sistem "beberapa frequency tapi switched dan masing2 conjugate".

PROBLEM UTAMA pada amatir radio ( yang membedakan dengan berbagai jenis radio lainnya yg saya tulis diatas ) adalah "amatir hampir selalu bekerja sekaligus pada ( beralih alih pindah ) banyak band dan frekuensi. Itu perancangan conjugate matchingnya minta ampun rumitnya.

TAPI TOH TETAP SAJA PENGETAHUANNYA PERLU DIPELAJARI / DIKUASAI TEMAN2 ..... sebab tanpa mengenal pengetahuan conjugate matching , akibatnya ya sudah sering kita lihat , misalnya .... seorang amatir yang sedang meancang sistem komunikasi single freq pun ( seperti Repeater , station broadcast , beacon , telemetry dsb. ) ya dia umumnya hanya akan tetap "fokus" menggunakan metode "SWR serendah mungkin" kalau dia tidak menguasai dasar2 conjugate matching.

Artinya , pengetahuannya tetap perlu kita pelajari

Ini juga copyan dari FB lain :

Sugeng Aminto :  Pak Djoko ,,apakah bisa di ambil contoh yang mudah..misalnya impedance antena 130 ohm freq di 7.1 MHz,??,maklum saya masih awan terhadap sistem matching cara ini,,Tnx 73

Djoko Haryono : Detilnya dari Impedansi antenna yang anda maksud 130 ohm itu bagaimana ?

( Resistive berapa ohm dan reactive berapa ohm , serta reactivenya kearah mana .... inductive atau capacitive ? sebab pada sistem conjugate matching semua kondisi complex dihitung , tapi kalau dalam sistem yg paling banyak digunakan yg mengacu pada "SWR meter serendah mungkin" kondisi complex impedance diabaikan atau tidak dihitung detil

Yang dibawah ini copyan dari akun FB lain :

Djoko Haryono :  Rekan Sugeng Aminto,  APA BEDANYA ANTARA SISTEM MATCHING YG PALING POPULER ( = SWR SERENDAH MUNGKIN ) DENGAN SISTEM CONJUGATE MATCHING MATCHING YG. RUMIT TAPI MENAWARKAN EFISIENSI TERTINGGI .

CONJUGATE MATCHING : Pada conjugate matching , soal antenna yg anda berikan harus jelas dulu ( tidak hanya freq. kerjanya tapi juga detil dari impedansi complexnya nya harus jelas ). Barulah nanti anda bisa menghitung perancangan matchingnya. Memang hitungannya lebih detil dan rumit , misalnya menggunakan Tabel Smith / Smith Chart.

MATCHING CARA POPULER ( SWR SERENDAH MUNGKIN ).
Selain metode Conjugate , matching juga seing dilakukan dengan cara yang paling "gampangan"/praktis yaitu stel sana stel sini ( potong atau pendekpanjangkan panjangnya radiator antenna lalu stel2 atau geser sana geser sini stelan yg ada dsb ).

Kalau anda akan melakukan matching "cara populer ini" dan data yang anda miliki ( sesuai tulisan anda ) hanyalah "antenna anda impedancenya 130 ohm" yang akan anda match kan ke output TX yang 50 ohm , serta "frekuensi kerja anda 7.1 MHz" .

Maka cara matching versi "gampangannya" ya mudah sekali ( namanya saja sudah "bukan cara detil/cermat" ). Anda bisa lakukan ini :

Zo = ( akar dari ) Zl x Zt
dimana Zo = impedansi dari "matching impedance transformer" dlm. ohm
Zl = Impedansi Load ( = antenna ) dalam ohm.
Zt = Impedansi transmitter dalam ohm.

Dalam kasus anda Zo = ( akar dari ) 130 ohm x 50 ohm
Zo = ( akar dari ) 6500 ohm
= 80.5 ohm

Maka pakailah kabel coax 75 ohm ( ini nilai yg mendekati 80.5 ohm ). Agar coax itu berfungsi sebagai quarter wave transformer ( trafo impedansi 1/4 lambda ) maka buatlah panjangnya dari ujung connector sampai ujung connector 1/4 lambdanya frekuensi 7.1 MHz ( JANGAN LUPA VLOCIT FACTOR DARI COAX YANG ANDA PAKAI HARUS IKUT DIHITUNG ).

Saya belum menghitungnya , silahkan dihitung sendiri. Panjangnya kemungkinan kurang dari 10 meter.

Maka SWR anda nantinya nilainya akan ada disekitar 80.5 : 75 = 1,07 : 1 ( atau dibulatkan , anggap saja 1.1 : 1 ).

Nggak perlu hitungan rumit2. Ini berbeda dengan Conjugate matching , semua parameter complex yg ada di antenna dan saluran transmisi perlu dihitung



Salam ,
Djoko H.

TIDAK HANYA PARA PROFESIONAL DIBIDANG RADIO & PARA HAM ( AMATEUR RADIO ) SAJA YANG PUNYA PERHATIAN , MENDALAMI & MENGUASAI MASALAH CONJUGATE MATCHING , TETAPI DIDUNIA CITIZEN BAND JUGA SUDAH BISA DITEMUKAN SEMENTARA CB’ER YANG MEMILIKI ATENSI DAN PENGETAHUAN CONJUGATE MATCHING.





TIDAK HANYA PARA PROFESIONAL DIBIDANG RADIO & PARA HAM ( AMATEUR RADIO ) SAJA YANG PUNYA PERHATIAN , MENDALAMI & MENGUASAI MASALAH CONJUGATE MATCHING , TETAPI DIDUNIA CITIZEN BAND JUGA SUDAH BISA DITEMUKAN SEMENTARA CB’ER YANG MEMILIKI ATENSI DAN PENGETAHUAN CONJUGATE MATCHING.

By : Djoko Haryono

Ini bukan untuk men-beda2 kan kelas pengetahuan teknis diantara para ham dan CB’er , tetapi justru ingin memberikan apresiasi & acungan jempol jika kita “menemukan” adanya CB’er yang sudah tampi layaknya sbagai seorang ham sejati.

Memang disejumlah Negara maju , kita sering membaca adanya tutorial , bimbingan , pelatihan dari Lembaga Resmi Pemerintah ataupun dari para ham senior / advance didunia CB tentang bagaimana cara dan etika maupun Peraturan menggunakan peralatan CB dengan benar , dan diakhir petunjuk2 itu sering ada anjuran / saran AGAR KHUSUS BAGI PARA CB’ER YANG SERIUS DAN AKTIF ( BAHKAN MULAI “KUTAK / KUTI” / BEREKSPERIMENT DENGAN PERALATANNNYA ) , AGAR BISA LEBIH BISA MENGEMBANGKAN DIRI , MEREKA DIANJURKAN UNTUK “NAIK KELAS” MENGIKUTI UJIAN MASUK MENJADI ANGGOTA ORGANISASI AMATIR RADIO.

Disana kesempatan mereka untuk belajar & berekperiment menjadi lebih terbuka. Disana pula –didunia amatir radio- disediakan demikian banyak band dan frekuensi untuk mengadakan berbagai macam penelitian , inovasi , percobaan untuk praktis “segala jenis emisi / modulasi maupun segala sesuatu yang berkaitan dengan mengembangkan diri sendiri maupun teknologi radio dan komunikasi demi kepentingan masyarakat / dunia. Di dunia ham mereka akan mengenal jauh lebih banyak Peraturan2 , Etika2 , Pesyaratan dan Prosedur untuk setiap bidang / band / emisi / aplikasi dsb.

Disana juga mereka seharusnya bisa belajar banyak tentang disiplin , kerjasama , menghargai hak2 pengguna lain , ketertiban dsb.

Namun didalam kenyataannya TIDAK SEMUA ORGANISASI AMATIR RADIO YANG “DIMILIKI” OLEH SETIAP NEGARA maju dan mengembangkan diri ( dibidang Ketrampilan Teknis , ketaatan pada Prosedur Operasi & Peraturan dsb ) sama tertibnya , sama majunya dan “selevel”
Kenyataannya tidak seperti itu.

Budaya local ( domestic ) dari masyarakat setiap Negara berbeda. Seberapa mereka terbiasa disiplin dalam kehidupan dan aktivitasnya se-hari , ikut menentukan SEBERAPA CEPAT & SEBERAPA BANYAK YANG MAMPU “MENYERAP” AJARAN DISIPLIN , ETIKA & KETERTIBAN / KEPATUHAN ITU.

Demikian juga “budaya local” yang banyak korup cenderung akan lebih sering menimbulkan berbagai “penyelewengan & korup” etika , waktu , korup ketaatan dll.

ITU SEMUA MEMILIKI PERANAN JUGA TERHADAP “SEDIKIT BANYAKNYA ARAHAN , BIMBINGAN , KECEPATAN ( SECARA UMUM ) PENYERAPAN BERBAGAI PENGETAHUAN BASIC DLL.

Hambatan2 yg bersumber dari “budaya” itu juga ikut mempengaruhi “pola” perkembangan keradioan di Indonesia.

Tulisan ini sekedar untuk “MENYADARKAN” kita semua , para ham Indonesia agar TERUS MEMPERBAIKI DIRI & ORGANISASI.

Salah satu contoh dibawah ini , contoh tentang “BAHWA DI AMERIKA , ( SEBAGIAN ) CB’ER PUN SUDAH MEMILIKI PERHATIAN / TERTARIK UNTUK MENDALAMI TEORI2 BASIC ( BAHKAN MELIPUTI BAGIAN2 TEORI & HITUNGAN YANG COMPLEX ). ITU ADALAH BUKTI BAHWA MEREKA TERUS MENGEMBANGKAN DIRI.

Hal ini semoga menyadarkan kita bahwa sebenarnya kita tidak hanya “bersaing dengan orang lain” tetapi sebetulnya kita juga perlu bersaing / bertempur dengan “diri sendiri”.

SEKARANG , SEWAKTU SEBAGIAN BESAR HAM KITA MASIH TERUS BERKUTAT “MENEBALKAN KEYAKINAN” BAHWA SWR 1 : 1 ADALAH SEBUAH PUNCAK PRESTASI , SEMENTARA ITU ( TANPA BANYAK KITA KETAHUI / SADARI ) PARA CB’ER SUDAH MULAI MENGEMBANGKAN DIRI INGIN MEMAHAMI DAN MENGUASAI VERY LOW LOSS LINE MATCHING ALIAS CONJUGATE MATCHING.

SEMENTARA KITA MASIH BERFOKUS PADA TEORI “NON REFLECTION ( NO REFLECTED POWER ) MATCH , ORANG LAIN JUSTRU SUDAH SADAR TERLEBIH DAHULU BAHWA KEKUATAN TERBESAR JUSTRU ADANYA TERSEMBUNYI DIBALIK “NO LOSS LINE” , DAN ITU YANG HARUS DIGALI & DIKUASAI.

MARI KITA BANGUN DARI TIDUR PANJANG INI SECARA BERSAMA-SAMA.
CONJUGATE MATCHING DI CB

http://www.angelfire.com/elect…/cbdoctor/conjugatematch.html

"MAGIC" PERFORMED BY THE CONJUGATE MATCH
________________________________________
1. When the CONJUGATE MATCH is introduced into the picture, the SWR
can be so high as to be unacceptable by almost any CB technician's
standards (3:1, 4:1, EVEN 5:1) and still offer NO SIGNIFICANT LOSS of
signal over that of a perfect 1:1 match , IF FEED LINE ATTENUATION IS
LOW!
________________________________________
2. If a Conjugate Match is achieved, IT IS NOT NECESSARY FOR THE
ANTENNA RADIATOR TO BE CUT TO RESONANCE to obtain
maximum resonant current flow.
________________________________________
3. The feed line need not be a special length as any random length of low-loss
feed line will give excellant results.
________________________________________
4. Even though the SWR is quite high which, of course, means that there is a
high amount of reflected power on the feed line, NONE OF THAT
REFLEFCTED POWER WILL REACH THE TRANSMITTER to cause
damage to the final or any other parts in the transmitter.
________________________________________
5. WITH THE EXCEPTION TO THE POWER LOST BECAUSE OF FEED
LINE ATTENUATION, ALL of the power that is supplyed by the transmitter
will be radiated by the antenna REGARDLESS OF THE SWR. This is, of
course, the reason for the first statement above. In other words, if the SWR is
5:1 and all of the power being fed to the feed line is already being absorbed
and radiated by the antenna, there can not possibly be a significant \
improvement in radiated field even if the SWR is lowered.
________________________________________
6. The Conjugate Match, as referred to above may be effected at the transmitter
end of the feed line WITHOUT ANY SIGNIFICANT LOSS over matching
at the antenna end, which offers much more flexibility as regarding the
bandwith of the system.
________________________________________
Stated in another manner, if the Conjugate Match is effected at the output of the transmitter, the antenna NEED NOT BE A BROADBANDED ANTENNA in order to be used over a very wide range as compared to using the same antenna without the aid of the Conjugate Match. This is so because it is relatively simple to retune for the conjugate match at the transmitter end of the feed line but would be considered rediculous to do the same thing at the antenna end--especially in the situation where the antenna is a few dozen feet in the air.

DARI CONTOH2 SEMACAM DIBAWAH INI , MESKI CONTOH2 NYA UNTUK MICRO WAVE , TETAPI “CARA – CARA” NYA BISA KITA PETIK PELAJARI. MINIMAL SEBAGIAN DIANTARANYA BISA KITA PAKAI / TERAPKAN UNTUK MENGAPLIKASIKAN METODE CONJUGATE MATCHING.

http://empc1.ee.ncku.edu.tw/…/Rf_CH05_Impedance_matching_20…

Kamis, 25 Desember 2014

APA BEDANYA ANTARA MATCHING YANG “ASAL SWR NYA 1 : 1” DENGAN “CONJUGATE MATCHING” ?




APA BEDANYA ANTARA MATCHING YANG “ASAL SWR NYA 1 : 1” DENGAN “CONJUGATE MATCHING” ?
By : Djoko Haryono

Sebagian besar ham belum mengenal istilah CONJUGATE MATCHING” atau “CONJUGATE MATCH”. Jauh lebih sedikit mereka yang sudah mengenal istilah ini.

Apa perbedaan dari kedua istilah tsb ?
 MATCHING YANG “NON_REFLECTIONS” ALIAS “ASAL SWR NYA 1 : 1/SERENDAH MUNGKIN”.

Cara melakukan matching antara antenna/line yang paling “populer” dan dianut banyak ham adalah yang kita sebut sebagai “Non-Reflection Match”. Penganut metode ini cenderung berfokus untuk menghindari adanya Reflections alias Reflected Power. Mereka berpatokan sedapat mungkin SWR mencapai 1 : 1 ( Unity ).

Umumnya mereka sudah akan langsung puas jika mereka berhasil mencapai hasil pengukuran dengan nilai tsb. , terlepas dari apakah kondisi yang sebenarnya sistem antenna dan saluran transmisinya benar2 telah bekerja dengan efisiensi tinggi atau belum , yang penting SWR meternya “harus/sedapat mungkin” terbaca 1 : 1.

Dalam postingan2 lainnya saya sudah cukup banyak memberikan contoh2 bahwa SWR 1 : 1 tidaklah selalu berarti baik ( ber-efisiensi tinggi ) , namun dalam praktek sehari-hari , sebetulnya teramat banyak contoh kasus dimana penunjukan meter yang 1 : 1 ternyata adalah “penunjukan semu / palsu” yang sering menipu kita ( kasus ketika SWR turun banyak tetapi ternyata power juga justru turun banyak , kasus sistem radial antenna vertical HF yang diperlemah ( diminimalkan ) yang justru malah menujukkan nilai SWR nya membaik / turun alias menipu , kasus dimana ketika balun disisipkan / dipasang maka SWR langsung turun jadi 1 : 1. Turunnya SWR itu karena dipasangi balun yang sebelumnya tidak ada. Padahal kemudian ternyata powernya malah banyak hilang –karena design balun yang salah- . Power itu hilang menjadi panas yang tinggi pada balunnya. Hal hal semacam ini –dimana nilai SWR menipu kita- sering terjadi.

CONJUGATE MATCHING
Istilah Conjugate Matching umumnya hanya dikenal oleh para amatir radi ( ham ) yang dalam menjalankan hobbynya , ia sudah tertarik berusaha mendalami “bagian2 perhitungan ( bilangan ) complex dalam meng-evaluasi Impedansi sistem Antenna / Saluran Transmisinya”.

Mengapa demikian ? Itu karena Teori CONJUGATE MATHING memang tidak berbasis ( berfokus ) pada angka SWR nya namun lebih berkonsentrasi pada perhitungan2 complex yang “terkandung” pada Impedansi ( Resistance & Reactance , baik Inductive maupun Capacitive ).
 
Sebuah antenna Doublet 100 ft dioperasikan pada 80 m band. Saluran transmisinya ladder line 300 ohm sepanjang 40 ft. Impedansi pada terminal antenna ( = output dari line ) 26 – j 420 ohm.

Impedansi pada jarak 0.15 lambda dari feed point / terminal antenna , atau pada input dari line = 8.8 – j 2.8 ohm. Coaxial dengan impedansi karakteristik 50 ohm hanya digunakan antara TX dan Antenna Tuner.

Pertanyaan2 maupun kesan2 yang timbul adalah :

01. Perhatikan input line. Impedansi disana terukur 8.8 – j 2.8 ohm.
Darimanakah impedansi 8.8 – j 2.8 ohm itu muncul ?
Artinya , apakah nilai itu muncul sebagai transformasi impedansi 26 - j 420 ohm di output line ? ( atau dengan kata lain ….. Apakah benar impedansi 26 – j 420 ohm dari antenna itu setelah melalui jarak 0.15 lambda akan menjadi 8.8 – j 2.8 ohm ?

Ini akan bisa di check menggunakan Smith Chart ( yang belum saya coba lakukan. Terus terang saya masih sedikit agak malas mencoba melakukan re-check karena saya anggap masih ada 1 parameter yang tidak ditulis pada skema / gambar yg saya temukan ini , yaitu velocity factor dari ladder line nya. Memang MUNGKIN bisa di-kira2 , tapi justru “main kira2” itu yg menyebabkan saya jadi sedikit enggan ).

Ataukah nilai itu merupakan conjugate impedance 8.8 + j 2.8 ohm yang dihasilkan oleh tuner ?

02. Betulkah nilai Lumped component L = 1 uH dan C = 1870 pF itu resonans pada ( salah satu freq. ) di band 80 meter dan “menghasilkan” impedansi 8.8 + J 2.8 ohm ( yang berlawanan phase dengan 8.8 – j 2.8 pada input line ) ?

03. Kondisi yang ada dalam contoh ini ( yaitu impedansi antenna terukur 26 – j 420 ohm ) TENTU SAJA HANYA BERLAKU UNTUK SALAH SATU FREKUENSI KERJA SAJA , sedangkan kalau kita berpindah frekuensi lain ( tetutama pindah band ) impedansi pada terminal antenna tentu saja menjadi berbeda lagi.

Dari sinilah kita bisa membayangkan betapa complexnya perhitungan / perencanaan Conjugate Matching , khususnya untuk para “orang radio” yang ham / amatir radio karena mereka bekerja ber-pindah2 dan ber hak menggunakan berbagai band radio.

04. Untuk lebih bisa membayangkan “betapa complex” nya perencanaan agar kita bisa mencapai kondisi Conjugate Matching bila antenna kita adalah antenna Multi Band , coba perhatikan BETAPA BESAR RANGE DARI IMPEDANSI ANTENNA DOUBLET G3RWF KETIKA IA BER - PINDAH2 DARI SATU KELAIN BAND ( pada station broadcast atau lainnya yang hanya bekerja menggunakan singlke freq. , perencanaannya menjadi lebih sederhana ).

( Dalam Tabel yang ada pada link / alamat situs dibawah ini kita bisa melihat perubahan2 nilai Impedansi Antenna Doublet tsb., baik Resistancenya maupun Reactance / jX nya ).

Complexnya nilai2 yang muncul akan membuat perencanaan Conjugate Matchingnya makin bikin penasaran.

Bagus ya G3RWF ( juga sejumlah laporan experiment para ham / amatir radio lainnya ) telah membuat daftar impedansi multi band sedetil itu.

Akan sangat baik untuk dipakai sebagai bahan berlatih menggunakan Smith Chart.

http://www.arkansas-aresraces.org/.../Doublet%20Antenna... 









Disini Conjugate sendiri kita artikan sebagai UTUH atau MENYATU ( = sebagai kesatuan ). Artinya pada sistem perhitungan bagaimana mendapatkan hasil Conjugate Matching , akan didapatkan hasilnya adalah SELURUH POWER AKAN DISERAP OLEH ANTENNA ( LOAD ) DAN SELURUHNYA AKAN TERPANCARKAN.

Pada perhitungan ini , seluruh sistem akan tampil sebagai SATU KESATUAN ( baik Impedansi antenna , line output , panjang coaxial ( atau penyalur lainnya ) , line input dan conjugate impedance dari transmitternya. Totalitas atau Utuh bagaikan satu kesatuan itulah yang kita maksudkan dengan istilah Conjugate.

Sebaliknya , pada sistem yang paling banyak dikenal yaitu “ Yang penting SWR nya 1 : 1” sebenarnya seluruh bagian dari sistem seakan terpecah pecah ( terpisah pisah ).

Antenannya menyatu dengan Line outputnya ( ujung atas coax ). Sedangkan TX nya menyatu dengan Line Inputnya dan “berdiri sendiri” ( artinya apa yang ditunjukkan SWR meter diruang pemancar tidak / belum menunjukkan nilai SWR / Line yang sebenarnya yang ada di feed point antenna ). Itupun masih ada “Bagian ke 3” yang juga seakan terpisah dari kelompok antenna & kelompok TX nya , yaitu “Panjang Kabel ( Coax ) nya” yang juga “berdiri sendiri” dan sering menjadi “biang” dari ketidak cocokan hasil/nilai pengukuran yang ditunjukkan.

Pada Conjugate Matching , “Panjang Line” itu sudah menyatu dalam hitungan complex yang dilakukan. Berapapun panjang Line –selama total loss nya terkontrol- , hasilnya akan tetap ( artinya Seluruh Power akan tetap tersalur ke antenna ).

Hal ini berbeda dengan metode “Yang penting SWR nya terbaca 1 : 1 ( asal matching ) ” ini yang sering menipu kita. Mengujinya mudah untuk membutuktikan bahwa matching yang dilakukan itu adalah matching yang tidak total / non conjugate. Setelah SWR terbaca 1 : 1 , kalau panjang linenya kita rubah ( misalnya dengan dikurangi atau dipotong sedikit demi sedikit ) maka bacaan SWR nya akan senantiasa berubah ubah. Itulah kondisi NON-CONJUGATE yang sebenarnya banyak menyia-nyiakan power karena tidak terserap antenna.

Pengujian ( atau yang lebih tepat bukan pengujian melainkan PEMBUKTIAN ) dengan cara tersebut ( kapan panjang coax akan mempengaruhi SWR dan kapan panjang coax tidak mempengaruhi ) yang mudah membedakan antar Conjugate dengan Non Conjugate Matching , lebih mudah untuk dilakukan oleh sebagian besar ham , meskipun ada cara lain yang lebih praktis dan cepat yaitu menganalisis menggunakan Smith Chart. Yang menjadi masalah untuk bisa melakukan analisis dan penghitungan adalah bahwa sebagaian besar ham belum menguasai / mengenal cara penggunaan Smith Chart. Hanya sedikit ( prosentagenya ) diantara mereka yang sudah menguasai cara penggunaan Smith Chart.

Conjugate match terjadi pada sistem jika INTERNAL RESISTANCE DARI TX SAMA DENGAN KOMPONEN RESISTIVE DARI IMPEDANSI LINE INPUT ( ATAU SEBALIKNYA ) dan SEMUA SEMUA RESIDU REAKTANSI YANG ADA ( RESIDUAL REACTANCE COMPONENTS ) PADA TX DAN IMPEDANSI LINE INPUT DICANCEL SAMPAI KE NILAI ZERO ( HILANG SAMA SEKALI ).
DALAM KONDISI SEMACAM INI SISTEM MENJADI RESONANS.

Seluruh power dari TX akan melewati line dan semua pantulan akibat ketidak jodohan terminasi ( terminating mismatch ) maupun pantulan dari titik2 discontinuity ( ingat pada perancangan coax / saluran transmisi , timbulnya discontinuity adalah satu hal yang perlu dihindari ) yang ada disepanjang line akan di kompensasi oleh munculnya “Pantulan kedua / pelengkap” akibat terciptanya “Nondissipative mismatch” pada titik matching conjugate.

Nondissipative mismatch ini adalah suatu kondisi yang “ditempatkan sendiri oleh sitem” ( muncul dengan sendirinya dititik tsb. jika/setelah kita memilih nilai2 yang tepat ( misalnya menggunakan lumped component ) dalam perancangan sistem kita , dan nilai yang tepat itu akan “memproduksi” SWR & Pantulan yang besarnya sama dengan Pantulan ( Reflected Power ) yang datangnya dari arah antenna ( would produce the same magnitude of reflection or SWR ) tetapi dihasilkan sendiri oleh line termination mismatch..

Akibatnya adalah akan terjadi Pemantulan Kedua ( Rereflection ) pada gelombang , tetapi kali ini terjadinya di input line serta pemantulan itu terjadi terhadap Reflected Power yang datang dari arah antenna / outpour line. Reflection ulang yang terjadi adalah sebuah Total Reflection kembali kearah antenna. Meskipun teori ini kedengarannya sangat rumit , namun bisa dicapai dengan prosedur tuning & loading yang benar. Itu semua terjadi pada conjugate matching pada sistem dengan lossless line.
Sebenarnya saya sendiri masih sangat bodoh dalam ( berusaha ) memahami prinsip2 CONJUGATE MATCHING dan saya masih ingin belajar banyak dari teman2 yang lain. Untuk itu saya mengharap adanya sumbangan pemikiran dan atau tutorial dari teman2 yang sudah memiliki pengalaman tentang Conjugate Matching. Juga tolong dikoreksi kesalahan2 yang ada pada tulisan saya diatas.
Daftar URL / link dibawah ini adalah sedikit referensi singkat yang berkaitan dengan Conjugate Matching.

http://www.optenni.com/optenni-lab/conjugate-matching
http://forums.qrz.com/archive/index.php/t-333473.html
http://urgentcomm.com/test-amp-measu…/maximum-power-transfer

Minggu, 07 Desember 2014

MEMANCAR DENGAN SWR TINGGI , SIAPA TAKUT ?



MEMANCAR DENGAN SWR TINGGI , SIAPA TAKUT ?

By : Djoko Haryono

( Topik ini masih berhubungan dengan topik sebelumnya yang berjudul “SWR rendah bisa membunuhmu” ).

SWR tinggi tidak selalu berbahaya atau menimbulkan resiko tinggi. Dengan pemahaman yang benar , kita akan bisa memaklumi mengapa W8HKK atau para “para pakar elit” dibidang komunikasi radio tidak pernah memusingkan “betapa sibuknya dunia” berusaha mendapatkan SWR 1: 1.
Berkomunikasi dengan SWR diatas 3 : 1 , diatas 4 : 1 atau bahkan lebih tinggi lagi , bukanlah hal yang asing bagi mereka.

Mereka tahu betul bahwa EFFISIENSI TINGGI dari sistem antenna ( antenna + saluran transmisi ) TIDAKLAH HANYA SEMATA-MATA DITENTUKAN OLEH NILAI SWR YANG RENDAH.
Effisiensi antenna sebenarnya ditentukan oleh ( minimal ) 2 hal yang berbeda yaitu :

1. SWR
2. Total attenuation ( total line attenuation ).

Kebanyakan dari kita hanya berfokus untuk mengejar SWR serendah mungkin , bahkan mendapatkan SWR “UNITY” ( 1 : 1 ) sering dijadikan kebanggaan , dan “kurang memahami” besarnya peranan dari VERY LOW LINE ATTENUATION dalam menciptakan sistem ber EFFISIENSI TINGGI.
Kebanyakan kita masih menganggap bahwa REFLECTED POWER YANG TINGGI ( yang terjadi pada SWR yang tinggi ) adalah LOST / LOSSES YANG TINGGI PULA. Mereka menganggap bahwa akan ada bagian besar dari power yang ( akan ) tidak berhasil terserap dan terpancar oleh antenna.

Padahal itu adalah sebuah CARA BERPIKIR YANG KELIRU KARENA MENGABAIKAN BESARNYA PERANAN DARI FAKTOR LAINNYA TERHADAP EFFISIENSI SISTEM YAITU ( SEBERAPA ) TINGGI RENDAHNYA LINE ATTENUATION.

Hal sangat penting yang perlu kita sadari adalah kondisi very low loss line atau ATTENUATION YANG SANGAT RENDAH ( yang semakin mendekati nol ) AKAN MENYEBABKAN REFLECTED POWER ( gelombang pantulan yg makin besar jika SWR makin tinggi ) TIDAK LAGI MENJADI LOSSES / LOST .

Pantulan yang besar itu tidak akan kemana-mana ( tidak hilang sebagai kerugian ) karena pada line yang “very low loss” GELOMBANG PANTULAN ITU TIDAK TERDISIPASI ( tidak berubah menjadi panas dsb ). Ia seakan “tidak menemukan jalan” ( melalui bahan dielektrik dari saluran transmisi ) untuk “mendisipasikan diri”.

Lantas akan kemanakah gelombang yang terpantul dari antenna dan kembali kearah input dari saluran transmisi itu ? IA AKAN BALIK ( TERPANTUL ) LAGI KEARAH ANTENNA SAMPAI SELURUHNYA ( ATAU SEBAGIAN BESAR ) TERPANCARKAN.

Catatan : Sekali lagi , ini hanya terjadi pada rancangan line dengan very low attenuation. Sedangkan pada line yang attenuationnya ( makin ) besar , akan terjadi disipasi yang ( makin ) besar pula , dan itulah yang ( makin ) significant menurunkan effisiensi dari sistem antenna.

JADI , MENGAPA HARUS TAKUT PADA SWR TINGGI JIKA KITA SUDAH PAHAM PADA BETAPA PENTINGNYA UNTUK MENGONTROL DESIGN KITA AGAR SISTEM KITA MEMILIKI TOTAL ATTENUATION YANG SERENDAH MUNGKIN ( MAKIN MENDEKATI NOL MAKIN BAIK ). BAHKAN DENGAN SWR TINGGI ITULAH JUSTRU AKAN MEMPERMUDAH KITA UNTUK BEOPERASI MULTIBAND ( BANDWIDTH AKAN MAKIN LEBAR ).

Dibawah ini saya kutipkan 2 bh contoh, bagaimana sebuah sistem komunikasi ruang angkasa – darat mampu bekerja dengan effisiensi tinggi pada sistem radio mereka yang memiliki SWR 4.4 : 1

CONTOH 1.
Ini adalah sistem antenna Dipole Multi Frequency pada satelit cuaca Tiros ESSA – Itos – APT yang dirancang dan dibangun oleh W8HKK / W2DU ( M. Walter Maxwell ). Contoh dari salah satu pengukuran dibawah ini dilakukan pada salah satu frekuensinya yaitu 108 MHz ( Beacon Telemetry ).

Impedansi terminal antenna terukur 150 – j 100 ohm. VSWR = 4.4 : 1 Reflected Power 40%.
Penyetelan matching tidak bisa dilakukan pada lokasi ideal ( yaitu antara antenna dengan output dari line ) karena akan menimbulkan kesulitan konstruksi mekanik , thermal & elektrik , sehingga matching terpaksa dilakukan pada titik input dari line.

Power dari TX = 30 mW ( milliWatt ). Karena kecilnya perancangan power maka timbulnya losses yang besar tidak akan ditoleransi disini. Attenuation dari feed line + Matching Circuit sebesar 0.2 dB. Tambahan loss akibat SWR = 0.24 dB ( 5.4% ) sehingga Total Loss = 0.44 dB ( 9.6% ).

Jika kita gunakan asumsi yang umum kita pakai ( TAPI SEBENARNYA SALAH ! ) maka seluruh Reflected Power ( 40% ) akan kita anggap sebagai losses , sehingga teori umum akan mengatakan bahwa power hanya akan tinggal 18.1 mW saja yang akan terserap dan terpancarkan oleh antenna dan effisiensi antenna ( menurut “ajaran” yang paling banyak kita baca/pakai ) hanyalah sebesar 60% saja.

Tetapi hasil dari pengukuran samasekali tidak mendukung apa yg seing kita anut itu. Meskipun SWR nya 4.4 : 1 namun Power yang terserap antenna ternyata terukur 27.1 mW !! yang itu berarti losses yang sebenarnya ( untuk total attenuation ) hanyalah 2.9 mW dan dari nilai tsb. HANYA 1.6 mW DIANTARANYA YANG BENAR2 BERASAL ( DITIMBULKAN OLEH ) SWR YANG 4.4 : 1 tsb.
Jadi REALITAS YANG TERJADI adalah : Jika ( dimisalkan ) antenna tsb. dalam kondisi “Perfectly Matched ( SWR 1 : 1 )” maka hasil hitungan effisiensinya akan sebesar 95.5 % , namun pada kasus ini ( karena SWR nya ditolerir 4.4 : 1 ) effisiensi dari sistem jadi turun relative sedikit sekali menjadi 90.4 % yang dalam bidang radio sudah dianggap sangat tinggi. Meski effisiensinya “hanya” 90.4% namun keuntungan dari bahdwidth yang semakin lebar menjadi keunggulan lain yang sama pentingnya dengan effisiensi tinggi tsb.

Realitas effisiensi yang mencapai 90.4% tsb. tentulah berada diluar perkiraan dan pemahaman kita yang terlanjur “mendewakan” SWR 1 : 1 dan meremehkan peranan besar dari total line attenuation yang serendah mungkin.

CONTOH 2.
SWR 9.8 : 1 DARI ANTENNA PADA TRANSMITTER SATELIT NAVSAT
Satelit NAVSAT/ Navy Navigational Satellite sudah beroperasi lama
sebelum sistem satelit navigasi Amerika mulai didedikasikan bagi kepentingan international dengan nama GPS. Terminal antennanya memiliki impedansi 10.5 – j 48 ohm. SWR nya 9.8 : 1. Reflected power 66% ( suatu angka yang sangat besar & tentu akan dihindari
jika yang dipakai adalah “cara berpikir amatir radio pada umumnya” , yang sebetulnya malah keliru ). Antenna tsb. juga “matched at the line input”. Flat line attenuationnya 0.25 dB dan tambahan lossesnya yang diakibatkan oleh SWR 9.8 : 1 tadi sebesar 0.9 dB atau hampir 4 X lipat dari line attenuation ) , sehingga Total Loss nya 1.15 dB atau sekitar 1/6 S-Unit.

Losses yang sangat besar ini ( jika yang dipakai persepsi umum )
terbukti sama sekali tidak berdampak buruk merugikan karena losses dari saluran transmisi berdielectric udara itu bukan jenis losses yang “hilang terdisipasi kemana-mana” ( sebagai panas atau kebocoran lewat bahan dielectric ).

Hal ini berbeda dengan persepsi paling umum didunia amatir radio yang menganggap bahwa SWR rendah adalah “pemain utama” sebagai penentu tingkat effisiensi antenna. Kesalahan persepsi itu terjadi karena sebagian besar ham berkutat dengan penggunaan coaxial , jenis saluran yang attenuasinya tinggi sehingga “lupa” bahwa kemampuan menekan attenuasi line ( sampai ) menjadi
sekecil –yang umumnya hanya bisa dicapai dengan saluran transmisi jenis air dielectric )- mungkin adalah pemain utama yang sebenarnya dalam hal efisiensi pemancaran RF.


SWR RENDAH SERING / KADANG MERUGIKAN.

Setelah pernah saya kutipkan 2 contoh tentang “Sistem yang memiliki SWR tinggi namun malah effisiensinya lebih tinggi” ( contoh pada sistem antenna wahana luar angkasa ) , maka kali ini saya kutipkan juga contoh2 semacam berikutnya. Demikian kuat dan luasnya mitos ( keyakinan yang sebenarnya salah ) bahwa SWR yang “Unity” alias nilainya 1 : 1 adalah selalu yang terbaik. Lebih parah lagi adalah telah demikian banyaknya ham yang percaya ( meyakini ) bahwa SWR tinggi akan menyebabkan timbulnya pantulan gelombang ( reflected power )
yang besar YANG AKAN BERBALIK DAN MASUK KE BAGIAN FINAL TRANSCEIVER / TRANSMITTER DAN MERUSAKKAN FINAL. Bahkan ada yang demikian yakin bahwa gelombang pantulan itu tidak hanya bisa “dimonitor” / diketahui keberadaannya di saluran transmisi / line , namun akan “terlihat” dan ditemukan ( sampai kembali masuk ) di rangkaian final , dengan menggunakan “storage oscilloscope”.

Padahal Reflected power sama sekali TIDAK PERNAH KEMBALI MASUK KE FINAL UNTUK MENGHANCURKANNYA !! Pemahaman inilah yang perlu ditanamkan pada setiap ham. Para ham HARUS ( perlu ) tahu APA YANG SEBENARNYA TERJADI KETIKA TERJADI KERUSAKAN DITINGKAT FINAL DISAAT SWR TINGGI , atau dengan kata lain ….. “Apa yang menjadi penyebab sebenarnya dari kerusakan
semacam itu ?”

Kerusakan ( jebolnya ) komponen tingkat final yang bisa terjadi ketika
SWR tinggi ( pada sistem line yang memiliki losses yang tinggi / belum very low attenuation system ) smacam itu sebenarnya terjadi BUKAN karena finalnya dihantam gelombang pantulan , melainkan disebabkan karena terjadinya apa yang kita sebut sebagai DETUNED / UNTUNED / DECOUPLING.

Pada banyak tulisan2 saya yang lain ( seputar Impedansi & Matching
diaantar line dan sistem antenna ) saya sering menjelaskan tentang apa yang disebut “transformasi impedansi” dimana nilai impedansi feed point antenna ( atau nilai yang sama/ terbaca di output dari line alias “ujung atas” coax ) akan / bisa berubah atau terbaca berbeda jika pengukurannya dilakukan dari ujung coax yang lain yaitu di input dari line alias ujung bawah dari coax.

Transformasi atau perubahan itu ( sehingga yang ditunjukkan bukan nilai yang sebenarnya dari antenna ) terjadi jika kondisi impedansi antenna MASIH REAKTIF dan TIDAK/BELUM RESISTIVE SESUAI DENGAN NILAI IMPEDANSI KARAKTERISTIK DARI LINE / COAX. Kemungkinan perubahan itu semakin besar JIKA NILAI TOTAL
ATTENUATION ( LOSSES ) DARI LINE SISTEM SEMAKIN BESAR.

Kalau pada tulisan2 tersebut yang sering saya jelaskan adalah dampak
negatipnya yang mudah timbul berupa NILAI SWR YANG DITUNJUK KAN SWR METER ( YANG TERPASANG DIDEKAT TX / TRANSCEIVER ) MUDAH MENJADI “NILAI SWR / MATCHING ) YANG SALAH” DAN BUKAN NILAI SWR YANG SEBENARNYA DARI ANTENNA , maka kali ini masalah dampak dari transformasi impedansi itu saya tampilkan dalam bentuk ( akibat ) lainnya , yang bukan hanya berupa kesalahan penunjukan SWR meter kita , MELAINKAN DALAM KASUS JEBOLNYA FINAL ITU , TRANSFORMASI IMPEDANSI YANG TERJADI ( PADA NILAI SWR TINGGI ) AKIBAT LINE ATTENUATION / LOSSES DAN JUGA BISA “DIPENGARUHI OLEH PANJANGNYA LINE” , AKAN MENGAKIBATNYA PERUBAHAN NILAI IMPEDANSI DI “TITIK COUPLING” DAI TX / TRANSCEIVER.

Padahal ( sebelumnya ), pada waktu couplingnya dalam kondisi “tuned-in” , maka arus pada rangkaian final akan minimal / “dip”. Ketika terjadi decoupling / detuned , perubahan nilai impedansi dititik tersebut akan menyebabkan arus final mendadak melonjak tinggi melampaui batas kemampuan dari sistem final itu sendiri. Peristiwa Over current itulah yang sebnarnya yang menjebolkan pesawat , dan sama sekali bukan karena gelombang pantulan yang masuk menerjang final.

Kita kembali ke bahasan utama yang berkaitan dengan mitos bahwa SWR tinggi itu pastilah sesuatu yang buruk ( tidak effisien ). Dibawah ini adalah contoh lain / berikutnya yang menunjukkan contoh kasus dimana effisiensi dari sistem yang justru turun ketika nilai SWR diturunkan.

CONTOH KE 3
Sebuah antenna ¼ lambda ( AM-Broadcast ) memiliki 100 bh. radial yang terpasang secara rapid an sempurna serta MEMILIKI LOW RESISTANCE YANG BISA DIABAIKAN KARENA KECILNYA. Sejumlah AM Broadcast di Amerika memiliki jaringan radial sampai 240 bh. , meskipun Peraturan FCC hanya mengharuskan pemakaian 120
radial.

Sistem 100 radial dalam kasus yg dijadikan contoh ini menghasilkan
Impedansi pada terminal antenna sebesar 36.5 + j 22 ohm dan menjadi mendekati 32 ohm jika sistem dipendekkan sampai resonans tercapai. Jika di fed dengan coax 50 ohm , SWR tepat pada titik resonancenya sebesar 1.6 : 1 dan berangsur meninggi pada kedua sisi titik resonance tsb.

Pada sistem radial dibuat hanya terdiri atas 15 radial , dihasilkan
sekitar 16 ohm ground loss resistance. JIKA PADA SISTEM RADIAL YANG MEMILIKI 100 RADIAL ITU JUMLAH RADIAL2NYA DIKURANGI SECARA BERTAHAP ( dilepasi sebagian demi sebagian ) , GROUND RESISTANCENYA AKAN NAIK sehubungan jumlah radial yang makin sedikit. 

Langkah mengurangi jumlah radial yg semula banyak itu akan menambah Radiation Resistance , menaikkan Total Line Terminating Resistance ( pada feed point ) menjadi SEMAKIN MENUJU ( MENDE KAT KE ) 50 ohm. PENUNJUKAN SWR MENJADI SEMARIN RENDAH.

Ketika jumlah radial yang dilepas sudah cukup banyak dan loss
resistancenya sudah mencapai 18 ohm , maka terminating resistance ( Feed Point Impedance ) menjadi 50 ohm dengan akibat SWR Meter menunjukkan kondisi matching yang “Sempurna” 1 : 1

KONDISI SEMACAM INI SERING MENIPU BANYAK ORANG , TERUTAMA MEREKA DIANTARA KITA YANG SELALU MENDEWA KAN SWR 1 : 1

Padahal pada keadaan ini , ketika SWR tutun sangat banyak dan berhasil menunjuk 1 : 1 , ternyata power yang terpancar justru juga menurun dan bukannya malah naik. Seperti yang kita duga. Mengapa demikian ? Itu disebabkan KARENA POWER YANG ADA PADA SISTEM TSB. SEKARANG TERBAGI ( DIBAGI DUA ) OLEH RADIATION
RESISTANCE YANG 32 OHM , DAN GROUND RESISTANCE YANG 18 OHM !!

Tidak seperti yang kita duga/harapkan , ternyata Ground Loss yang makin tinggi menyebabkan “Off Resonance SWR” nya seakan “terikat” tidak bisa beranjak atau berpindah dari posisinya ( menunjukkan ) angka rendah.

JADI NILAI SWR RENDAH 1 : 1 PADA CONTOH KASUS INI TIDAK MEMILIKI ARTI APAPUN KECUALI HANYA SEKEDAR “BAHWA SISTEM ANTENNA / LINE SUDAH MATCH”, MESKIPUN SEBENAR NYA JUSTRU ADA SEKITAR 50% DARI POWER YANG HILANG PERCUMA , TERBUANG , TERDISIPASI HANYA UNTUK “MEMANAS KAN TANAH” DIBAWAHNYA SAJA.

Jadi ber-hati2 lah, jangan sampai kita memendam rasa “cinta buta” pada nilai SWR yang “serendah mungkin”. Tapi cintailah sistem yang benar2 memiliki effisiensi tinggi.

( bersambung ke contoh ke 4 ).

"SWR RENDAH BISA MEMBUNUHMU !"



"SWR RENDAH BISA MEMBUNUHMU !"

By : Djoko Haryono

MESKIPUN APA YANG TERTULIS DALAM LINK DIBAWAH NANTI ADALAH BACAAN BAGI PARA HAM SENIOR , TAPI JUGA AKAN SANGAT BAGUS BILA PARA HAM BARU / NOVICE MAU MEMPELAJARINYA.

Judulnya memang agak ( terlalu ? ) bombastis karena berbunyi “SWR RENDAH BISA MEMBUNUHMU” , tapi dengan tulisan ini W2DU / W8HKK ( M. Walter Maxwell ) ingin memberikan penekanan yang kuat / serius bahwa penunjukan SWR yang serendah mungkin ( apalagi sampai menunjukkan 1 : 1 ) adalah sesuatu yang “tidak ada gunanya”. Manfaat dan perbedaannya ( dengan nilai SWR yang tidak 1 : 1 tidaklah significant.

Dengan judul yang bombastis ( provokatif ) itu W8HKK ingin mengatakan : …. Ngapain loe susah2 mengejar SWR 1 : 1 ? Apa yang bakalan loe dapatkan ? Apa hasilnya ? …….

W8HKK bahkan memberikan contoh bahwa SWR yang tinggipun ( atau agak tinggi ? ) akan memberikan hasil ( transmisi ) yang lebih baik ASALKAN KITA MENGUASAI / MENGENAL BETUL APA YANG HARUS DILAKUKAN ( CARA YANG BENAR ) PADA RANCANGAN ANTENNA & SALURAN TRANSMISI KITA.

Walter adalah seorang expert didunia komunikasi radio. Ia sudah merancang dan terlibat dalam puluhan proyek perancangan / pembuatan antenna dan sistem radio Bumi – Ruang Angkasa ( Earth to Space Communication )., termasuk proyek ECHO I dan Tiros ESSA.
Ia merancang sistem antenna untuk modul kendaraan penjelajah bulan ( ApolloLunar Rover / Moon Buggy ). Ia terlibat dalam proyek SCORE dsb.

Bahkan pada tahun 1958 ia sudah sukses menciptakan antenna untuk program ruang angkasa / ATLAS yang akhirnya dikenal karena dari ruang angkasalah datangnya ) samasekali tidaklah significant.siaran / broadcast Ucapan Selamat Hari Natal dari Presiden Eisenhower. Ucapan Natal pertama yang disiarkan dari ruang angkasa.

Tulisan M. Walter Maxwell ( W2DU / W8HKK ) yang berjudul “ANOTHER LOOK AT REFLECTIONS” yang tidak hanya mampu “memutar balikkan pemahaman kita ( atau sebagian besar dari kita ) yang salah seputar pantulan gelombang / signal ( reflection wave ) yang muncul ketika antenna belum match” tetapi juga menjelaskan secara sangat jelas tentang mitos2 seputar SWR dsb.

Dalam daftar referensi2 ( bacaan ) saya , tulisan W8HKK ini termasuk yang saya beri nilai “Bintang 5”.

Meski isinya ( kemungkinan besar ) lebih cocok ( = lebih mudah dipahami ) para ham senior , namun akan sangat baik bila para pemula juga mempelajarinya meskipun akan sangat banyak penjelasan2 yang seakan berlawanan / sangat berbeda dengan apa yang diyakininya sampai saat ini.

Jadi , janganlah kita terlalu “termakan” kebiasaan / budaya umum yang selalu “mengejar penunjukan SWR serendah mungkin”.

 http://homepages.ipact.nl/~pa1are/tuner/reflections.pdf 



Ketika semua orang "berlomba lomba" mencapai SWR 1 : 1 agar reflected power tidak muncul , W8HKK ( Maxwell ) justru malah menyenangi adanya reflected power. SWR 1 : 1 bukanlah sesuatu yang penting baginya.

Dia mengatakan bahwa adanya reflected power itu malah memberikan keuntungan baru. Jika kita tahu caranya bagaimana "mengelola dengan benar" ( mengontrol ) gelombang pantulan liar itu , kita akan mendapat bonus bisa lebih mudah menaikkan ( melebarkan ) bandwidth.

Kalau kita pelajari , banyak ajaran ajarannya yang ( terasa ) bertentangan dengan apa yang kebanyakan orang yakini selama ini.

RALAT.
Pernyataan saya tadi bahwa "SWR rendah bisa membunuh" itu hanya sekedar "eye catcher" atau gaya bahasa agar tulisan W8HKK jadi lebih menarik , rupanya kurang tepat.

Setelah saya ingat2 lagi apa yang pernah ditulis W8HKK , dia memang serius ingin mengatakan bahwa SWR yang rendah memang bisa lebih mudah "membunuh" orang.

Maksudnya begini. Kita membandingkan antar 2 orang amatir radio. Orang yang pertama sudah berhasil mendapatkan SWR ( misalnya ) 1.4 : 1 dan dia merasa itu sudah bagus. Dia yakin bahwa dia tidak perlu "ngotot" berusaha mati2 an agar mencapai SWR 1 : 1 sebab kalaupun dia dapatkan 1 : 1 , maka station lain ( lawan komunikasinya ) tetap tidak akan melihat adanya kenaikan apapun pada S-meter/Signal Strengthnya.
 
Jadi orang pertama ini sudah berhenti meng kutak kutik antennanya dan langsung menggunakannya untuk berkomunikasi.

Kita bandingkan dengan amatir lainnya/kedua yang sudah terbiasa selalu "berusaha mati2an untuk bisa mencapai SWR 1 : 1" ( padahal -kata W8HKK- hampir semua amatir melakukan pengukuran SWR yang salah yaitu "dari ujung coax yang keliru" yaitu yg didekat TX ).

Maka , ini lagi2 menurut W8HKK , ham atau orang ( siapapun ) yang selalu terpaku berusaha mati2an agar bisa mencapai SWR 1 : 1 PASTILAH IA MEMBUTUHKAN ( = PERLU ) NAIK TURUN TOWER LEBIH SERING UNTUK MELAKUKAN PENYETELAN ANTENNA , DIBANDING ORANG YANG SUDAH BISA MENERIMA SWR 1.4 : 1 TADI . Atau amatir tadi perlu naik turun atap / genting lebih sering.

Menurut Maxwell , SEMAKIN SERING KITA NAIK TURUN TOWER ATAU NAIK TURUN ATAP , SEMAKIN BESAR RESIKO UNTUK TERJATUH , ATAU TERSENGAT LISTRIK dsb. dsb.

Itulah yang dia maksud dengan SWR RENDAH AKAN ( LEBIH RISKAN ) MEMBUNUHMU
Memang , suka atau tidak suka itu adalah fakta ( bahwa semakin kita berusaha belajar , akan semakin kita sadari bahwa yang sudah kita ketahui itu "belum ada apa2nya" , alias masih demikian banyak kebenaran diluar sana yang belum kita ketahui.

HUBUNGAN ANTARA GAIN & DIRECTIVITY





HUBUNGAN ANTARA GAIN & DIRECTIVITY

By : Djoko Haryono

MENGHITUNG BEAMWIDTH JIKA GAIN DIKETAHUI

CATATAN : RUMUS DIBAWAH INI INI DIGUNAKAN UNTUK ( PADA KONDISI ) MAJOR LOBE DIASUMSIKAN SIMETRIS.

B = 203 : ( √10 ) X

Dimana B = lebar sudut beamwidth dalam O ( derajat ).

X = Power gain antenna dalam dB ( over Dipole ) : 10
( X = dB / 10 )

Beamwidth adalah lebar sudut pada posisi – 3dB pada major lobe

Contoh :

Sebuah antenna memiliki gain 15 dB. X = dB/10 = 15/10 = 1.5

B = 203 / ( √10 ) 1.5 = 203 / 3.1621.5 = 203 / 5.62 = 36.1O

Jadi beamwidth antenna tsb = 36.1O

MENGHITUNG GAIN JIKA BEAMWIDTH DIKETAHUI

Gain = 2 log ( 203 / B )

Pada antenna yang belum diketahui gainnya dilakukan pengukuran beamwidthnya , dan dari beam width itulah gainnya bisa dihitung.

Contoh :

- 3dB dari sebuah antenna dimisalkan selebar 7O

Maka gain X = 2 log 203 / 7 = 2 log 29 = 2 ( 1.462 ) = 2.925

Karena X = dB / 10 dB = 10.X

Jadi gain antenna tsb. dalam dB = 2.925 X 10 = 29.25 dB

BISAKAH SILVER & RHODIUM DISEPUHKAN BERSAMA ?






BISAKAH SILVER & RHODIUM DISEPUHKAN BERSAMA ?

By : Djoko Haryono

Kalau tempohari saya membahas seputar “Mana yg. lebih baik , material antenna ( juga inductor , cavity , resonator ) berlapis perak ataukah emas” , dimana saya jelaskan bahwa EMAS TIDAK LEBIH BAIK DARIPADA PERAK , kecuali untuk perhiasan tentu saja emas lebih berharga , maka kali ini saya ingin menulis tentang keterlibatan RHODIUM.
Tulisan ini membahas singkat seputar :

01. Apa peran RHODIUM pada bahan perak / silver ataupun pada bahan yang disepuh ( dilapis ) perak ?

02. Bagaimana jika antenna ( atau inductor dsb ) yang dilapis perak kemudian dilapisi Rhodium lagi ( jadi ada 2 lapisan yang berbeda dan saling “bertumpuk” ) ?

03. Bagaimana jika PERAK/SILVER & RHODIUM itu tidak “ditumpuk” melainkan “dicampur” dan baru campurannya dilapiskan ( menjadi semacam lapisan slver rhodium alloy ) ?
Pertanyaannya sebetulnya bukan pertanyaan …. “Bagaimana jika ….. dst” tsb. melainkan lebih baik yang kita tanyakan adalah ……. “BISAKAH DILAKUKAN PLATING ( ELECTROPLATING ) BERSAMA ANTARA KEDUANYA ( anodenya sekaligus perak dan rhodium ) ?”

Kalau keduanya ( misalnya ) bisa efektif disepuhkan bersama , lalu electrolytenya harus menggunakan apa ? Kalau tube tembaga kita plating / lapisi dengan PERAK / SILVER , kita menggunakan Copper Sulfate / Cipric Sulfate ( CuSO4 ) sebagai electrolytenya , sedangkan kalau RHODIUM , pelapisannya berbasis Silver Cyanide ( AgCn ).
Bisakah itu dilakukan ? Kalau begitu apakah electrolyte yang digunakan ? Apakah ada yang sudah pernah mencobanya ?

Sebab kalau ada yang sudah mencobanya dan berhasil , saya rasa kita akan bisa melapisi antenna ( atau inductor / resonator / cavity ) tidak lagi dengan perak / silver tetapi dengan SILVER – CHOMIUM “ALLOY” PLATING.

Jika kita ketahui bahwa keunggulan perak adalah resistivitynya yang sangat rendah ( conductance tinggi ) dan lebih rendah daripada emas , tapi memiliki kelemahan masih bisa teroksidasi –lebih cepat dibanding emas- , sedangkan keunggulan rhodium adalah lebih tahan terhadap oksidasi , lebih kuat dan berkilat , namun memiliki resistivity yang lebih tinggi disbanding perak , maka dengan melakukan “pencampuran dengan komposisi / perbandingan tertentu” antara keduanya , akan bisa ditemukan RATIO / KOMPOSISI YANG PALING KOMPROMISTIS.

Artinya antenna atau inductor dsb. tsb. akan bisa memiliki efisiensi puncaknya ( konduktivitas optimal dan daya tahan terhadap oksidasi yang juga optimal ).




Contoh konfigurasi lain. Anode 2 baris agar pelapisan lebih cepat dan rata.






Pada industri / perusahaan2 electro plating besar , banyak yang menggunakan “bola2 plastik” ( khusus untuk ellectro plating ) yang dimasukkan kedalam bak dan akan mengapung memenuhi seluruh permukaan larutan electrolyte.

Bola2 plastic tersebut sanggat effektif menggantikan “pintu” atau tutup bak karena bola2 itu akan menjadi dinding “isolator” yang bisa menjaga suhu larutan agar tetap stabil , menghambat / mengurangi penguapan , meminimalisir terjadinya percikan ( meningkatkan keamamanan ) , serta juga “meskipun seluruh permukaan solution” tertutup , benda kerja maupun anode atau electrode2 tetap bisa dengan mudah dikeluarkan / dimasukkan kedalam bak ( untuk pemeriksaan , perubahan posisi , penggantian dsb ).





Contoh Power Supply / Rectifier untuk electro plating.







Bentuk bak electro plating yang semacam ini bisa / cocok dipakai untuk melakukan pelapisan perak untuk antenna ( baik tube antenna vertical VHF / UHF ) tetapi jika yang disepuh hanya 1 antenna saja sebetulnya baknya tidak perlu setinggi dan sebesar ini( perlu disesuaikan ).

Kalau bak ini bisa untuk plating jumlah yang lebih besar ( sehari minimal ratusan batang / tube ). Untuk antenna “Wire” , Inductor / coil bak ini juga kebesaran.







Contoh lain bak electro plating.






Propagasi hari ini